Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah pasar yang tengah bergejolak, unit penyertaan reksa dana sepanjang Agustus tumbuh 2,04% dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Indikasi ini menunjukkan investor tetap masuk reksa dana meski pasar kurang baik.
Berdasarkan data Pusat Informasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sepanjang Agustus 2015 nilai aktiva bersih (NAB) industri reksa dana turun 1,47% atau sekitar Rp3,68 triliun dari Rp248,79 triliun pada Juli menjadi Rp245,11 triliun pada Agustus. Penurunan NAB reksa dana terjadi sejak Mei 2015 di mana NAB reksa dana saat ini mencapai Rp254,23 triliun.
Namun, penurunan NAB tidak menyeret penurunan unit penyertaan reksa dana. Sejak Januari-Agustus 2015, unit penyertaan reksa dana terus bertumbuh. Pada Agustus, di mana pasar saham terkoreksi cukup dalam, unit penyertaan reksa dana masih tumbuh 2,04% dari 170,02 miliar unit di Juli menjadi 173,50 miliar unit pada Agustus.
Pada Juli, pertumbuhan unit penyertaan reksa dana hanya sekitar 0,6% dibandingkan Juni yang tercatat sekitar 168,99 miliar unit. Sepanjang tahun berjalan ini, pertumbuhan tertinggi unit penyertaan reksa dana terjadi pada April 2015 di mana unit penyertaan tumbuh hingga 4,98%.
Vilia Wati, analis PT Infovesta Utama, mengatakan NAB reksa dana per akhir Agustus tercatat turun dibandingkan dengan akhir bulan sebelumnya akibat penurunan nilai pasar portofolio saham pada reksa dana yang cukup signifikan akibat anjloknya bursa saham selama Agustus. Kinerja bursa saham domestik tertekan selama Agustus, mayoritas akibat terkena dampak sentimen negatif dari regional dan global.
Berdasarkan data Bloomberg, sepanjang Agustus indeks harga saham gabungan turun hingga 6,1%. Adapun, asing keluar dari pasar saham Indonesia pada Agustus sekitar Rp9,8 triliun.
“Meski demikian unit penyertaan reksa dana yg tercatat justru menanjak dibandingkan dengan akhir Juli mengindikasikan bahwa investor masih optimis akan prospek pasar modal domestik mendatang,” kata Vilia kepada Bisnis.com, Kamis (3/9/2015).
Menurutnya, valuasi saham yang sudah relatif murah juga diperkirakan menjadi salah satu daya tarik bagi investor untuk menambah kepemilikan pada efek saham atau reksa dana berbasis saham. Pasar yang sedang turun dimanfaatkan oleh investor untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar nantinya.
“Kenaikan unit penyertaan ditopang oleh subscription investor lama dan penambahan investor baru,” tambah Vilia.
Head of Operation and Business DevelopmentPT Panin Asset Management (PAM) Rudiyanto mengatakan penurunan pasar saham dan ekonomi pada Agustus 2015 tidak menyurutkan investor untuk berinvestasi di reksa dana. Buktinya, ada sekitar 957 nasabah baru yang berinvestasi melalui PAM.
“Nasabah baru hampir 1.000 pada Agustus. Sepanjang Januari-Agutus kami sudah memiliki sekitar 8.587 nasabah baru. Pada Juli ada sekitar 1.540 nasabah baru dan Juni sekitar 1.612 nasabah, banyak karena kami menyelenggarakan acara di kedua bulan tersebut,” kata Rudiyanto kepada Bisnis.com, Kamis (3/9/205).
Menurutnya, ada beragam alasan yang membuat investor tetap masuk ke reksa dana, baik investor lama maupun investor baru. Pertama, ada investor yang mengambil kesempatan masuk di saat harga murah. Kedua, ada sekitar lebih dari 10.000 transaksi berkala untuk investor yang sudah terdaftar. “Untuk investor yang investasi berkala, mau kondisi naik atau turun, mereka tetap masuk,” tambahnya.
Pada Agustus, kata Rudi, investor ritel PAM cenderung net buy. Berbeda dengan investor korporasi yang cenderung net sell. “Ada yang beli ada yang jual. Korporasi pada Agustus net sell, mungkin koprorasi ada yang mengatur perubahan strategi atau portofolio mereka.”
Direktur Utama PT Bahana TCW Investment Management Edward Lubis mengatakan pada Agustus 2015 investor baru maupun eksisting tetap berinvestasi. Dia menilai, untuk investor baru lebih banyak yang memilih reksa dana terproteksi dan pasar uang lantaran masih belum berani mengambil risiko tinggi.
“Ada juga yang masuk ke saham, apalagi ketika harga saham jatuh cukup dalam. Sebagian besar yang masuk ke reksa dana saham itu investor lama, menambah kepemilikan. Untuk jumlah pasti, saya harus minta datanya dulu,” jelas Edward.
Prihatmo Hari Mulyanto, Direktur Utama Danareksa Investment Management, mengatakan pada Agustus DIM tetap kedatangan investor baru, baik ritel maupun institusi. Namun, untuk investor ritel biasanya investasinya tidak terlalu besar.
Dia menilai investor saat ini sudah cukup cerdas sehingga saat koreksi pasar terjadi, mereka tidak panik. “Malah beberapa yang masih punya cash menambah investasi untuk menurunkan average cost-nya,” kata Prihatmo.[]