Bisnis.com, JAKARTA— Bursa Efek Indonesia akan mengkaji kembali parameter saham yang masuk dalam daftar efek yang ditransaksikan dengan margin seiring banyaknya investor yang memilih melakukan transaksi dengan mekanisme (T+).
Alpino Kianjaya, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI mengatakan saat ini daftar saham yang dapat dimarginkan sudah ada list-nya dan selalu diperbarui setiap akhir bulan. List saham tersebut digunakan investor dalam memanfaatkan fasilitas margin trading.
Dengan fasilitas margin, investor bisa membeli saham hingga dua atau tiga kali lebih besar dari dana yang disetor. Contohnya, dengan dana sebesar Rp100 juta, investor dapat belanja saham hingga 200 juta-300 juta rupiah, tergantung pada besaran margin/limit margin yang disediakan oleh sekuritas tempat nasabah bertransaksi saham. Dengan kata lain, investor meminjam dana perusahaan efek terlebih dahulu.
Adapun, saham yang bisa dimarginkan merupakan saham-saham yang sudah ditentukan oleh BEI. Per 4 Agustus ini ada sekitar 52 saham (lihat data) yang bisa dimarginkan oleh sekuritas. “Namun sekarang yang terjadi, justru banyak yang terjadi T+, kalau bisa kami ingin stop transaksi T+. Kami akan berusaha bagaimana investor tidak lari ke T+, jadi kami akan kaji kembali parameter itu,” kata Alpino kepada Bisnis, belum lama ini.
Untuk diketahui, saat ini banyak investor yang lebih memilih melakukan T+ dibandingkan dengan menggunakan fasilitas margin trading. Hal ini disebabkan lantaran proses dalam melakukan T+ lebih cepat dan mudah dibandingkan dengan menggunakan fasilitas margin.
Transaksi T+ itu bisa dikatakan tidak ada aturan mainnya. Jadi, bila nasabah ingin membeli saham harga Rp200 juta tapi punya dana Rp100 juta, itu tetap bisa tanpa melalui fasilitas margin trading.
“Nanti broker meminjamkan dananya terlebih dahulu, lalu nasabah akan membayar pada saat T+3 sampai T+7. Kalau tidak bayar mereka kena denda, dendanya sekitar 36% per tahun,” kata Satrio Utomo, Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia.
Sementara, bila menggunakan fasilitas margin, investor paling tidak dikenakan bunga sekitar 18%-24% per tahun. Meski dendanya cukup besar, nasabah banyak yang lebih memilih transaksi dengan mekanisme T+ dibandingkan dengan menggunakan fasilitas transaksi margin.
“Kenyataannya nasabah lebih suka pakai fasilitas ini. Kalau pakai fasilitas margin repot, harus punya aset, harus ada jaminan. Kalau T+, selama broker mau dan nasabah mampu bayar denda, itu berlaku begitu saja, nasabah bisa beli saham di luar daftar margin juga,” jelasnya.
Satrio berharap, dalam menerapkan daftar efek yang masuk dalam transaksi margin BEI bisa lebih baik. Pasalnya, dia menilai ada sejumlah saham emiten yang sebenarnya bagus tapi dikeluarkan dari daftar margin.
“Pernah ada sejumlah saham yang aktif diperdagangkan tetapi malah dikeluarkan dari daftar margin, nasabah jadi bingung. BEI agar lebih benar lagi dalam menerapkan parameter,” tambahnya.
Alpino menambahkan, saat ini tidak semua broker atau anggota bursa mau melakukan transaksi T+ pada semua saham. Broker tetap akan melihat sejauh mana kinerja saham tersebut. “Tergantung broker juga, kalau saham di daftar margin kurang menarik, mereka lari ke saham-saham non margin dan bisa T+. Namun, banyak juga yang tidak mau T+, tergantung perusahaannya,” tutur Alpino.
Oleh sebab itu, BEI akan kaji kembali parameter fundamental saham yang masuk dalam transaksi margin. Yang pasti, katanya, BEI sudah punya kriteria yang sesuai dengan aturan OJK dan dipastikan bukan saham bodong yang masuk dalam daftar margin.
Susy Meilina, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) mengatakan masalah daftar margin sudah menjadi fokus APEI dari tahun ke tahun. Menurutnya, daftar saham yang dimarginkan oleh BEI sangat terbatas. Seharusnya, semua efek bisa dimarginkan.
“Broker tiap negara kekuatannya berbeda, broker perlu dikuatkan. Sebaiknya, kita duduk bersama lagi, diskusikan, apakah kalau semua dimarginkan bakal aman atau tidak. Bisa juga, bagaimana kalau hanya saham aktif saja, yang pasti diperbanyak,” kata Susy.
Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri mengatakan rencana BEI yang akan memberhentikan aksi transaksi T+ cukup positif. Sebaiknya, nasabah dan broker mencari aman dengan menggunakan fasilitas margin saja.
“Kalau T+ itu meski tidak melanggar, itu tidak resmi ya. Mungkin saham margin saat ini masih kurang sehingga harus diperbanyak,” kata Hans. Dia menilai, langkah BEI yang akan mengkaji kembali daftar margin cukup positif.
Marciano Herman, Direktur Utama PT Danareksa Sekuritas mengatakan aksi T+ yang dilakukan broker bisa berdampak pada kesehatan keuangan AB itu sendiri. “Ini tergantung AB, bagaimana manajemen risiko keuangannya. Kalau terus-terusan T+, dampaknya ke kesehatan AB sendiri,” jelasnya.
Efek yang dapat Ditransaksikan dan dijaminkan dalam Rangka Transaksi Margin
Astra Agro Lestari Tbk.
Adhi Karya Persero Tbk.
Adaro Energy Tbk.
AKR Corporindo Tbk.
Astra Internastional Tbk.
Alam Sutera realty Tbk.
Bank Central Asia Tbk.
Bank Negara Indonesia Persero Tbk
Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk.
Bank Tabungan Negara Persero Tbk.
Bank Danamon Indonesia Tbk.
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk.
Bank Mandiri Persero Tbk.
Global Mediacom Tbk..
Bumi Serpong Damai Tbk.
Charoen Pokphand Indonesia Tbk.
Siputra Development Tbk.
Intiland Development Tbk.
Dharma Satya Nusantara Tbk.
XL Axiata Tbk.
Gudang Garam Tbk.
Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.
Vale Indonesia Tbk.
Indofood Sukses Makmur Tbk.
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
Indo Tambangraya Megah Tbk.
Jasa Marga Persero Tbk.
Kalbe Farma Tbk.
Lippo Karawaci Tbk.
Matahari Department Store Tbk.
PP London Sumatra Indonesia Tbk.
Nusantara Infrastructure Tbk.
Mitra Keluarga Karyasehat Tbk.
Media Nusantara Citra tbk.
Matahari Putra Prima Tbk.
Perusahaan Gas Negara Persero Tbk
Tambang Batubara Bukit Asam Persero Tbk.
PP Persero Tbk.
Pakuwon Jati Tbk.
Surya Citra Media Tbk.
Siloam International Hospitals Tbk.
Semen Indonesia Persero Tbk.
Summarecon Agung Tbk.
Sri Rejeki Isman Tbk.
Sawit Sumbermas Sarana Tbk.
Tower Bersama Infrastructure Tbk.
Telekomunikasi Indonesia Tbk.
United Tractors Tbk.
Unilever Indonesia Tbk.
Wijaya Karya Persero Tbk.
Waskita Karya Persero Tbk.
Wijaya Karya Beton Tbk.
Sumber: BEI, diolah