Bisnis.com, JAKARTA— BUMN migas nasional PT Pertamina (Persero) menunda penerbitan global bond yang awalnya akan dikeluarkan pada semester II tahun ini.
Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengatakan penundaan penerbitan global bond tersebut dilakukan karena perseroan sudah memiliki pendanaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan belanja modalnya.
Untuk diketahui, kebutuhan investasi perseroan sepanjang tahun ini mencapai US$4,4 miliar. Dari total itu, sekitar 50% atau US$2,2 miliar akan dipenuhi dari penerbitan utang jangka panjang. Salah satu instrumen yang akan dipakai melalui penerbitan global bond.
Menurut Arief, batalnya penerbitan global bond tahun ini disebabkan oleh struktur keuangan Pertamina yang sudah lebih baik. Apalagi, pemerintah sudah membayarkan sejumlah utang yang selama ini tertunda.
“Negara baru bayar dan jumlahnya lumayan besar. Jumlah kebutuhan kami jadi menurun, di bawah US$1 miliar. Lihat saja nanti ya akhir tahun, nilai kebutuhan kami jadi kecil kok,” kata Arief di Jakarta, Selasa (10/8).
Biasanya, tambah Arief, kebutuhan pendanaan senilai di bawah US$1 miliar tidak perlu melalui global bond. “Banyak yang lain, macam-macam, bisa dari bank, cari yang murah saja,” tambahnya.
Sementara itu, berdasarkan catatan Bisnis, Pertamina merevisi target pencarian pendanaan jangka panjang dari US$2,2 miliar menjadi US$300 juta. VP Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan perseroan merevisi rencana pinjaman jangka panjang dari US$2,2 miliar menjadi US$300 juta.
Adapun, sepanjang semester I/2015, BUMN Migas tersebut telah menggelontorkan belanja modal US$1,87 miliar. “Kemungkinan besar rencana pinjaman jangka panjang hanya 15% dari kebutuhan pendanaan eksternal US$2,2 miliar.”
Sebelumnya, Pertamina sudah menunjuk penjamin emisi untuk global bond ini a.l BNP Paribas, Deutsche Bank, dan JP Morgan. Penerbitan global bond salah satunya akan digunakan untuk membiayai proyek prioritas pada tahun ini. Di antaranya, proyek PPGM, proyek integrasi West Madura Offshore (WMO), Ulebelu 3 dan 4, ruas pipa Semarang-Gresik, ruas pipa Muara Tawar-Tegal Gede, proyek RFCC, dan Terminal TBBM Pulau Sambu.
Terkait kinerja keuangan perseroan, tercatat laba Pertamina turun sebesar 48% sepanjang semester I/2015 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Perolehan laba bersih sepanjang semester I/2015 mencapai US$570 juta. Sementara tahun lalu pada periode yang sama mencapai US$1,1 miliar.
Turunnya laba karena harga minyak dunia yang anjlok. Harga Minyak Mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) jatuh ke posisi US$59,4 per barel hingga Juni 2015. Harga tersebut jauh dari rata-rata ICP pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai US$106,6 per barel. Di sisi lain, rupiah juga terdepresiasi hingga lebih dari 10% dalam kurun waktu yang sama.