Bisnis.com, JAKARTA - Kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi diprediksi tidak akan berdampak signifikan pada pergerakan indeks harga saham gabungan Senin (2/3/2015).
Hans Kwee, VP PT Quant Kapital Investama mengatakan naiknya harga BBM ke level Rp6800 tidak banyak memberikan pengaruh.
Menurutnya, pelaku pasar justru akan terpengaruh pada rilis data inflasi dan neraca perdagangan. “Karena naiknya hanya sekitar Rp200. Saya pikir investor lebih menantikan rilis data inflasi dan neraca perdagangan, apalagi rupiah sudah hampir menyentuh Rp13.000,” kata Hans kepada Bisnis, Minggu, (1/3/2015).
Selain karena kenaikan yang cukup tipis, masyarakat saat ini sudah lebih memahami maksud kenaikan harga BBM ini. “Ini seiring gaya perubahan kebijakan BBM, kepanikan masyarakat juga mereda kalau ada kenaikan harga BBM.”
Sebenarnya, kata Hans, berdasarkan perhitungannya harga BBM bersubsidi tidak perlu naik. Menurutnya, dengan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sebesar Rp12.920 (pada penutupan pekan lalu) dan harga minyak mentah Indonesia atau ICP di US$49,23 per barel, maka harga BBM seharusnya di level Rp6.573.
Artinya, bila pemerintah menaikkan harga BBM ke level Rp6.800, maka asumsinya adalah dengan nilai tukar Rp12.950 dan ICP US$51,50 per barel. “Artinya pemerintah berpikir rupiah masih akan melemah dan ICP akan terus naik,” jelasnya.
Untuk diketahui, mulai 1 Maret 2015 pukul 00.00, harga premium kembali naik menjadi Rp6.800 per liter. Sementara harga solarr tetap Rp6.400 per liter.
Dia memprediksi, IHSG akan terkoreksi dulu sekitar satu-dua hari sambil melihat dampak rilis kedua data ekonomi tersebut. Sebenarnya, kata Hans, selama perdagangan pekan lalu IHSG cenderung terkoreksi, hanya saja selalu terjadi rebound di akhir perdagangan yang diiringi aksi beli oleh asing sehingga IHSG terlihat menguat.