Bisnis.com, BANDUNG – Ekonom Indef Aviliani menegaskan bahwa apresiasi Rupiah pada awal pekan ini tidak ada kaitannya dengan Jokowi effect.
Menurutnya, rupiah terapresiasi sementara karena the Fed sudah memberikan kejelasan jadwal tapering yang membuat dana asing kembali masuk.
"Rupiah pada awal pekan ini terapresiasi bukan karena Jokowi efek, tetapi sudah ada kejelasan tapering off, dan asing banyak membeli saham dan obligasi di pasar modal," ujarnya dalam Seminar Ekonomi Politik di Bank Indonesia Bandung, Selasa (18/3/2014).
Aviliani yang juga Sekretaris Komite Ekonomi Nasional ini berpendapat, fluktuasi nilai tukar rupiah masih akan berlangsung dalam jangka panjang akibat berbagai defisit yang terjadi.
Menurutnya, rupiah akan terus terdepresiasi, karena ketergantungan impor tinggi serta fundamental perekonomian belum diatasi.
Dia menyebutkan masalah domestik indonesia di antaranya, defisit neraca perdagangan akibat ketergantungan impor, seperti semen dan baja padahal bahan dasarnya ada di indonesia. Defisit lainnya adalah APBN yang terbebani Rp300 triliun untuk subsidi BBM.
Dia juga menyoroti defisit neraca jasa, seperti dari pengapalan masih dikuasai asing, sampai asuransi, serta tenaga ahli asing dengan gaji besar.
Aviliani menambahkan beban utang luar negeri (ULN) swasta juga besar padahal maayoritas basis bisnisnya rupiah. Hal itu, dipicu asumsi bahwa bunga ULN murah dan bisa hedging. Padahal risikonya fluktuasi nilai tukar sangat rentan.