Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Rebound Di Perdagangan Asia

Harga minyak berbalik naik atau rebound di perdagangan Asia, Kamis, karena investor memburu harga murah setelah penurunan tajam akibat kenaikan stok minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan.
Harga minyak rebound/Ilustrasi
Harga minyak rebound/Ilustrasi

Bisnis.com, SINGAPURA - Harga minyak berbalik naik atau "rebound" di perdagangan Asia, Kamis (13/3/2014), karena investor memburu harga murah setelah penurunan tajam akibat kenaikan stok minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan.

Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate untuk pengiriman April, naik sembilan sen menjadiUS$ 98,08  dalam perdagangan sore dan minyak mentah Brent North Sea untuk penyerahan April naik 12 sen menjadi US$108,14.

"Perdagangan relatif diredam terutama karena kegiatan bargain hunting (perburuan harga murah)," Tan Chee Tat, analis investasi untuk Phillip Futures di Singapura, mengatakan kepada AFP.

Harga minyak jatuh pada Rabu (12/3/2014), setelah Departemen Energi AS (DoE) mengatakan persediaan minyak mentah naik untuk minggu kedelapan berturut-turut.

Tetapi, sementara diantisipasi, kenaikan 6,2 juta barel menjadi 370 juta barel pada pekan yang berakhir 7 Maret, lebih dari tiga kali lipat dua juta barel yang diperkirakan oleh para analis.

Sebuah lonjakan persediaan adalah tanda permintaan lebih lemah di negara konsumen minyak terbesar dunia dan merupakan pengurang pada harga.

Pengumuman DoE tentang sebuah "uji penjualan " hingga lima juta barel minyak mentah dari Cadangan Minyak Strategis negara itu juga memukul harga.

Uji penjualan, yang diwajibkan oleh undang-undang, dilakukan secara berkala untuk mengevaluasi bagaimana sistem cadangan bekerja.

Tan mengatakan penjualan "pasti akan membebani harga minyak mentah" tetapi mencatat bahwa itu hanya "dilepas satu kali" dan tidak akan mempengaruhi pasar untuk jangka panjang.

Terakhir kali AS merilis cadangan minyaknya pada 2011, dalam upaya terkoordinasi dengan Badan Energi Internasional (IEA) dalam menanggapi gangguan pasokan global selama krisis Libya.((Antara/AFP)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Martin Sihombing
Sumber : Newswire

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper