Bisnis.com, JAKARTA — Rapat Federal Open Market Committee (FOMC) memutuskan untuk mempertahankan kebijakan moneter quantitative easing hingga beberapa bulan ke depan.
Sebelumnya, kondisi pasar valas maupun pasar saham bergejolak menanti keputusan kelanjutan stimulus tersebut. Namun, setelah The Federal Reserve memberi keputusan pun, pergerakan dolar masih cenderung menguat terhadap mata uang Asia, termasuk Indonesia.
Begitu pula indeks harga saham gabungan (IHSG) yang semakin tertekan. Mengapa hal tersebut terjadi?
Analis dan Corporate Trainer PT Millennium Penata Futures Suluh Adil Wicaksono menilai pelemahan yang terjadi disebabkan oleh keputusan The Fed yang masih memberikan ketidakpastian bagi pasar.
“Seharusnya, ketika stimulus dilanjutkan dolar akan melemah karena banyak dolar yang beredar. Tetapi ini sebaliknya, bahkan rupiah pun sangat tertekan. Ini karena pemberian stimulus masih belum pasti akan dilanjutkan hingga kapan,” ujarnya kepada Bisnis.
Berdasarkan data Bloomberg Dollar Index, rupiah terpantau anjlok 1,06% ke level Rp11.293 per dolar AS pada pukul 11.10 WIB. Adapun dolar AS cenderung menguat terhadap sebagian besar mata uang Asia-Pasifik.
Dia mengatakan pelemahan rupiah saat ini terjadi karena faktor eksternal. Sementara itu, untuk faktor internal dinilai cukup positif.
“Kita memang sedang menanti rilis data tentang inflasi dan cadangan devisa esok hari, tapi kelihatannya data masih bagus. Pergerakan rupiah akhir-akhir ini benar-benar terseret sentimen luar,” ungkapnya.
Selain rupiah, IHSG pun terpantau anjllok 1,7% pada siang ini ke level 4.497,12. Menurut Suluh, alasan yang sama, yakni menanti kepastian pemangkasan stimulus AS, juga yang mempengaruhi pergerakan indeks. Selain itu, lanjut dia, IHSG biasanya memang cerminan dari rupiah.
“Jika rupiahnya jelek, biasanya IHSG juga melemah. Dan sebaliknya. Meskipun tidak selalu begitu,” tambahnya.