Bisnis.com, JAKARTA — Harga timah naik, di tengah ekspor Indonesia, pemasok terbesar di dunia, mungkin melebihi perkiraan sebelumnya sebanyak 33% setelah pemerintah melonggarkan aturan kualitas.
Lukman Leong, analis PT Platon Niaga Berjangka mengatakan, meski permintaan global akan timah masih tetap tinggi, tapi seperti halnya dengan komoditas lainnya, harga timah masih tertekan oleh penguatan dolar AS dan sentimen akan outlook ekonomi dunia yang masih lemah.
“Namun, kami melihat tekanan pada harga timah akan sedikit berkurang dan cenderung akan rebound kembali di atas harga rata-rata 5 tahun US$20.100 per ton,” ujarnya pada Bisnis, Rabu (17/7/2013).
Menurutnya, konsumsi dunia yang lebih tinggi daripada produksi dalam kurun waktu 2010-2102 telah membuat kekosongan pada gudang inventaris timah dan sangat membutuhkan pasokan dari Indonesia sebagai eksportir terbesar.
“Regulasi pemerintah mengatur tingkat kemurnian timah ekspor telah menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya gangguan pada ekspor timah di Indonesia,” kata Lukman.
Dia menambahkan, walau peraturan itu telah sedikit dilonggarkan, tetapi diperkirakan total ekspor timah pada tahun ini hanya akan sedikit naik dari 98.817 ton menjadi 100.000 ton.
Wahyu Laksono, analis PT Megagrowth Futures mengatakan, sebenarnya pergerakan harga timah masih dalam level konsolidasi dan tidak terlalu volatile. Secara umum harga terpengaruh data China selaku konsumen terbesar dan AS dengan dolar-nya.
“Terkait aturan pemurnian, hal itu dapat mendongkrak harga apabila produksi terganggu, dan pasokan berkurang,” ujar Wahyu pada Bisnis, Rabu (17/7/2013).
Menurut Wahyu, meski aturan tersebut hanya diberlakukan di Indonesia, hal itu bakal mempengaruhi harga global, karena Indonesia adalah produsen terbesar timah.
“Untuk jangka pendek, harga akan berada di kisaran US$19.000 hingga US$20.000 per ton. Sementara untuk jangka menengah ada di kisaran US$18.800 hingga US$21.500,” tuturnya.