Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konglomerasi (2): Kembalinya keluarga Adijanto

HAMPIR persis setahun lalu, kami memprediksi akan ada empat grup konglomerasi pemberi kejutan pada Tahun Kelinci ini. Mereka adalah Grup Ridlatama, Grup Rain, Grup Hasnur, dan Grup Modern. Sampai di pengujung tahun ini, kejutan apa yang mereka berikan?Sekadar

HAMPIR persis setahun lalu, kami memprediksi akan ada empat grup konglomerasi pemberi kejutan pada Tahun Kelinci ini. Mereka adalah Grup Ridlatama, Grup Rain, Grup Hasnur, dan Grup Modern. Sampai di pengujung tahun ini, kejutan apa yang mereka berikan?Sekadar menyegarkan ingatan, prediksi itu dapat dilihat dalam artikel bertajuk Konglomerasi: Menanti kejutan dari yang lahir & kembali, yang dimuat dalam Suplemen Arah 2011, edisi cetak Bisnis Indonesia, 11 Januari 2011. Kali ini, kita akan bahas Grup Rain.Adijanto Priosoetanto (Tan Lim Hian) niscaya bukan nama asing di kalangan pelaku usaha yang berada dalam lingkaran dekat Soeharto. Kelompok usaha yang didirikannya, Bumi Raya Utama, adalah salah satu grup yang memperoleh konsesi pengelolaan hutan terbanyak di era Orde Baru.Kayu dan perdagangan hasil bumi lainnya memang menjadi fokus bisnis Adijanto, yang memulai usahanya sejak 1960 di Pontianak, Kalimantan Barat. Bisnis yang kelak berkembang pesat itu dibangun bersama adiknya, Soenaryo Priosoetanto (Tan Lim Hian) dan Agustinus Adiono.Kerajaan bisnis Adijanto memang tumbuh cepat. Pada 1970-an, jaringan usahanya sudah merambah ke kawasan, dan praktis jadi pionir konglomerasi di Tanah Air yang berekspansi ke Asia Tenggara. Dimulai dari buka kantor di Singapura, lalu ke Malaysia, sampai akhirnya ke Hong Kong.Menjelang 1980-an, generasi kedua Adijanto, yang sudah selesai belajar di berbagai perguruan tinggi luar negeri, mulai berkarya di perusahaan. Generasi kedua ini di antaranya Swandono Adijanto (Tan Hong Swan) dan Pandjijono Adijanto (Tan Hong Phang).Kemudian juga saudara-saudara kandungnya, yaitu Suparno Adijanto (Tan Hong Kiat), Pintarso Adijanto (Tan Hong Pheng), Winoto Adijanto (Tan Hung Hwie), Muriati Adijanto (Tan Phe Phe), serta Mariana Adijanto (Tan Phwe Leng).Sejalan dengan masuknya generasi baru itu, mainannya pun bukan lagi kayu dan hasil bumi, tapi meluas ke bahan bangunan, bahan kimia, pupuk, logistik dan pelayaran, agen perjalanan, keuangan, produk manufaktur sampai anggur, hingga yang belakangan menyusul, sawit dan batu bara.Selain menjadi pionir ekspansi ke kawasan, bisnis keluarga Adijanto juga merupakan perintis dalam perkembangan di bursa. Jauh sebelum keluarga Bakrie memasukkan hampir semua unit bisnisnya ke bursa sekitar tahun 2000, keluarga Adijanto sudah lebih dahulu eksis.Satu dasawarsa sebelumnya, pada awal 90-an—menjelang momentum booming bursa pada 1993-1994—keluarga Adijanto sudah memasukkan bahkan dalam waktu hampir bersamaan dua unit usahanya ke pasar modal melalui penawaran saham publik (initial public offering/ IPO).Kedua perusahaan itu adalah PT Kurnia Kapuas Utama Glue Industries Tbk yang masuk ke Bursa Efek Jakarta (kini Bursa Efek Indonesia) dengan kode KKGI, dan Harrisons Holdings (Malaysia) Bhd di Bursa Efek Kuala Lumpur (kini Bursa Malaysia).Koreksi sejarahKERAJAAN bisnis keluarga Adijanto, sebagaimana bisnis keluarga lain yang menggurita pada era Orde Baru, akhirnya berantakan pada 1997-1998. Hantaman krisis moneter, yang diiringi kejatuhan rezim Soeharto, turut mengoreksi kejayaan bisnis keluarga tersebut.Untuk menutup utang akibat krisis itu, sejumlah asetnya pun dijual. Salah satu unit bisnisnya, Bank Bumi Raya Utama, termasuk bank dalam likuidasi yang harus ditalangi pemerintah. Utang yang ditanggung bank tersebut  atas nama Suparno Adijanto baru dinyatakan lunas pada 2003.Tak hanya itu, seperti sering terjadi pada bisnis keluarga yang terus membesar, koreksi itu pun didorong dari dalam. Konflik mulai pecah antara generasi kedua keluarga Adijanto dan pamannya sendiri, Soenaryo. Hingga kini, sebagian konfilik itu juga masih dalam proses pengadilan.Begitu pun dengan berbagai isu negatif yang menimpa bisnis keluarga ini, mulai dari perusakan hutan dan lingkungan sampai dengan keterlibatan pragmatisnya dalam perang laten antaretnis Dayak-Madura di Kalimantan Barat—yang tentu saja semuanya tegas dibantah.Namun, bukannya lantas menyerah lalu meleleh dikoreksi sejarah, generasi kedua keluarga Adijanto, terutama sejak momentum pelunasan utang pada 2003 itu, mulai melakukan konsolidasi. Berbagai unit bisnisnya yang tersebar, kembali direorganisasi. Fokus mulai disusun.Setahun berikutnya—lagi-lagi sebelum momentum meroketnya harga minyak sawit mentah dan batu bara akibat krisis keuangan global 007—keluarga ini mulai membangun kebun sawitnya seraya mendiversifikasi bisnis inti Kurnia Kapuas, dari semula hanya lem kayu ke batu bara.Perlu segera ditambahkan, banyak pemilik konsesi hutan di Indonesia yang bisa dengan cepat mengubah bisnis intinya dari kayu ke sawit atau ke batu bara. Penjelasannya sederhana saja, bahwa di dalam hutan yang dikuasai itu, setelah kayunya habis ditebang, tersimpan cadangan batu bara.Diversifikasi Kurnia Kapuas sendiri diringi dengan perubahan namanya menjadi PT Resource Alam Indonesia Tbk. Pada 2004 itu, perseroan baru mengeksplorasi tiga dari delapan blok tambang batu bara seluas 24.478 hektare yang dikuasainya melalui PT Insani Baraperkasa.Berdasarkan riset kelayakannya, tambang yang berlokasi di Samarinda dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur itu memiliki cadangan batu bara terukur 126 juta ton dan cadangan terbukti 73 juta ton. Kandungan kalori sendiri antara 4.850 sampai 6.500 kcal.Setelah 2 tahun masa eksplorasi itu, pada 2006, tiga blok dalam tambang tersebut, yakni Simpang Pasir, Gunung Pinang, dan Bayur, berhasil dieksploitasi. Produksi perdana dari tiga bloknya saat itu baru 105.569 ton batu bara. Namun, itu saja sudah cukup. Peluang mulai terbuka lebar.Empat tahun berikutnya, pada 2010, sekitar setahun setelah perubahan nama dan penggabungan Grup Bumi Raya Utama dan Resource Alam menjadi Grup Rain, empat dari delapan blok tambangnya sudah bisa dieksploitasi, dengan produksi 2,2 juta ton.Keempat blok itu adalah Simpang Pasir, Gunung Pinang, Bayur, dan Loa Janan dengan subblok Purwajaya, Tanjung Barokah, dan Tegal Anyar. Adapun, empat blok lain yang belum berproduksi adalah Maukiri, Perangat, Separi, dan Tani Bakti.Pada tahun itu pula, Grup Rain meraih kontrak pengadaan 500.000 ton batu bara dari konsumen batu bara terbesar nasional, PT Perusahaan Listrik Negara. Sekadar informasi, tahun sebelumnya, kontrak yang diraih perseroan dari BUMN listrik itu hanya 12.000 ton.Pada saat hampir bersamaan, keluarga Adijanto juga mengggelar IPO lini bisnis sawitnya, yakni Global Palm Resources Holdings Ltd, di Bursa Efek Singapura. Lagi-lagi, IPO itu dilakukan sebelum momentum kenaikan harga sawit yang terus berlangsung sekarang.Momentum & fundamentalAPA yang terjadi sepanjang tahun ini agaknya adalah buah dari merah hitam perjalanan bisnis keluarga ini. Di lini batu bara, seluruh blok tambangnya kini sudah berproduksi. Sampai kuartal ketiga produksinya sudah 3,2 juta ton, dua kali lipat dari posisi 30 September 2010, yaitu 1,56 juta ton.

 

Sejalan dengan itu, pendapatannya pun terangkat 144% menjadi Rp1,56 triliun dengan kenaikan laba bersih 196% menjadi Rp345 miliar. Dengan target produksi tahun ini 3,5 juta ton dan laba bersih Rp413 miliar, sangat terbuka peluang, pada akhir tahun nanti, dua target tersebut bakal terlampaui.

 

Tahun depan, produksi batu bara Resource Alam dipatok tumbuh 71% dari target tahun ini menjadi 6 juta ton, dengan kenaikan kapasitas terpasang 42% dari posisi tahun ini 7,7 juta ton menjadi 10,9 juta ton. Capaian itu niscaya masih bisa membaik apabila rencana akuisisi tambang barunya terealisasi.Tak hanya itu, keluarga yang mulai menyiapkan generasi ketiganya itu  tahun ini juga merambah ceruk baru yang menjanjikan, meski kini masih dalam tahap pengembangan, yakni pembangkit listrik dan tambang coalbed methane, melalui PT Resources Alam Energi dan PT Power Alam Lestari.Serangkaian momentum dan perbaikan fundamental itulah yang menjelaskan, kenapa saham Resource Alam, yang pada akhir Desember 2010—saat Suplemen Arah 2011 ditulis—masih seharga Rp2.925 per unit, kini sudah meroket lebih dari 100% menjadi Rp6.000 per unit.Sepanjang tahun ini, pertumbuhan harga saham tersebut merupakan yang tertinggi di antara seluruh saham emiten batu bara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sejalan dengan itu, kapitalisasi pasarnya pun membubung hingga menjadi Rp6 triliun.Tentu, tak semua lini bisnis keluarga Adijanto sekinclong kinerja Resource Alam. Harrisons Holdings misalnya. Meski harga sahamnya naik 32,63% ke RM3,50 per unit, pendapatannya per kuartal III hanya naik 4,4% ke RM308,03 juta dengan laba bersih minus 0,71% ke RM8,34 juta.Kinerja lebih bagus sebenarnya ditunjukkan Global Palm. Pendapatannya per 30 September naik 26% ke Rp91,4 miliar dengan laba bersih naik 27% ke Rp13,8 miliar. Produksi CPO dan kernelnya naik 45% ke 12.748 ton dan 2.333 ton dengan harga jual +39% ke Rp67,4 miliar.Berkebalikan dengan kinerja saham Harrisons, sepanjang tahun berjalan harga saham Global Palm terus tergerus hingga minus 44% ke Sin$0,2 per unit. Dugaan sementara, ada beberapa rencana korporasi yang bekerja membalikkan sentimen investor.Namun, dengan tambahan penanaman baru seluas 205 hektare hingga hampir 12.500 hektare dari total 16.079 hektar lahan sawitnya sudah tertanami, dan 82% di antaranya sudah merupakan pohon sawit matang, secara fundamental prospek Global Palm masih menjanjikan.Sampai di sini, dengan mengingat segenap pencapaian itu, apakah tahun depan kita masih akan menyaksikan kejutan dari konglomerasi keluarga Adijanto yang sudah kembali ini? Jawabannya saya kira afirmatif. Tapi tentu kita boleh berbeda pendapat. Kita akan buktikan akhir tahun depan.([email protected])

 

Baca juga: Konglomerasi (1): Raksasa ngumpet bernama Ridlatama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper