Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan harga minyak mentah berakhir menguat pada perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), di tengah bentrokan pasukan Irak dengan Kurdi sehingga mengganggu pasokan dari wilayah yang menghasilkan lebih dari setengah juta barel per hari.
Harga minyak WTI untuk pengiriman November berakhir naik 42 sen di US$51,87 per barel di New York Mercantile Exchange. Selama sesi perdagangan, WTI bahkan sempat menguat ke level 52,37.
Adapun harga minyak Brent untuk pengiriman Desember ditutup menguat 65 sen di US$57,82 per barel di ICE Futures Europe exchange yang berbasis di London.
Pasukan Irak menyatakan mereka telah merebut markas besar pemerintahan provinsi Kirkuk di utara negara tersebut pada hari Senin.
Menurut seorang pejabat North Oil Co., kelompok KAR Kurdi pun berhenti memompa minyak mentah di Avana dan Bai Hassan. Sekitar 600.000 barel per hari sebelumnya diekspor melalui pipa yang dikendalikan Kurdi ke Turki.
“Laporan yang datang dari Irak menjadi kekuatan pendorong (bagi harga minyak),” kata Michael Lynch, presiden Strategic Energy & Economic Research di Winchester, Massachusetts, seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (17/10/2017).
“Potensi kehilangan pasokan dari wilayah tersebut menjadi pertimbangan investor dan tidak diragukan lagi bahwa psikologi pasar terpengaruh,” lanjutnya.
Menurut laporan televisi Iraq, pasukan Irak mengatakan mereka telah merebut sebuah kilang, pabrik gas dan fasilitas lainnya.
Pihak Kurdi disebutkan berhenti memompa minyak di dua ladang minyak di Kirkuk setelah beberapa penjaga keamanan pergi di tengah konflik militer tersebut. Berdasarkan perkiraan yang dihimpun Bloomberg, penghentian tersebut bisa mempengaruhi produksi sebesar 275.000 barel per hari.
Perusahaan analisis tanker Kpler mengatakan bahwa pihaknya tidak melihat adanya perubahan signifikan pada pengiriman dari wilayah tersebut untuk saat ini. Menurut Kementerian Sumber Daya Alam Pemerintah Regional Kurdistan, minyak masih mengalir melalui jalur ekspor.