Bisnis.com, JAKARTA – Badai Harvey membawa harga minyak mentah melemah pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), sementara margin bensin melesat saat badai tersebut mendekati pusat penyulingan di Pantai Teluk Texas.
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober ditutup melemah 98 sen di US$47,43 per barel di New York Mercantile Exchange. Total volume yang diperdagangkan mencapai sekitar 7% di atas rata-rata pergerakan 100 hari.
Adapun harga minyak Brent untuk pengiriman Oktober berakhir turun 53 sen di US$52,04 per barel, di ICE Futures Europe exchange yang berbasis di London.
Badai Harvey telah memaksa pekerja meninggalkan beberapa platform energi di Teluk Meksiko, menutup terminal laut, serta berpotensi membanjiri kilang di Houston dan Corpus Christi.
“Dengan terjadinya badai, ada lebih sedikit permintaan minyak di tengah kemungkinan penutupan kilang minyak. Ada risiko banjir yang sangat serius,” ujar Kyle Cooper, direktur riset IAF Advisors di Houston, seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (25/8/2017).
Badai tersebut mengintensifkan pelemahan minyak yang telah didorong oleh kekhawatiran akan kenaikan produksi dari sejumlah negara produsen seperti AS dan Libya, saat OPEC dan mitranya berjuang untuk menahan kelebihan suplai global.
Seiring mendekatnya badai Harvey, perusahaan penyuling Flint Hills Resources LLC akan menutup semua unit operasionalnya di area tersebut. Sementara itu, LyondellBasell Industries NV di Houston dikabarkan akan tetap beroperasi dengan harga yang lebih rendah menjelang badai.
Royal Dutch Shell Plc menutup produksinya di platform Perdido di Teluk Meksiko serta mengevakuasi fasilitas tersebut. Anadarko Petroleum Corp. menutup produksi dan juga mengevakuasi pekerja di beberapa platform produksi minyak dan gas.
Selain Exxon Mobil Corp. yang juga menutup platformnya, Magellan Midstream Partners LP menghentikan operasinya di terminal laut Corpus Christi.
Di sisi lain, margin bensin berdasarkan acuan AS melonjak 12% menjadi US$17,59 per barel untuk kenaikan terbesar sejak Februari.
“Lonjakan ini terjadi dengan asumsi bahwa akan ada penurunan output kilang yang cukup dengan satu atau dua hari penutupan,” kata Michael Lynch, pimpinan Strategic Energy & Economic Research di Winchester, Massachusetts.