Bisnis.com, JAKARTA -- Harga emas berpotensi semakin mengilap pada pekan ini seiring dengan kusamnya data ekonomi Amerika Serikat serta memanasnya politik Inggris jelang pemilihan umum.
Pada perdagangan Senin (5/6/2017) pukul 10.51 WIB harga emas gold spot naik 1,64 poin atau 0,13% menjadi US$1.280,81 per troy ounce. Ini merupakan level tertinggi sejak Jumat 21 April 2017 di posisi US$1.284,44 per troy ounce.
Harga emas cenderung menguat setelah mencapai level US$1.219,10 pada 10 Mei 2017. Sepanjang tahun berjalan harga sudah meningkat 11,47%.
Dalam waktu yang sama, indeks dolar AS naik 0,067 poin atau 0,07% menuju 96,782. Sebelumnya indeks dolar mencapai level 96,715 pada Jumat (2/6/2017) yang merupakan level terendah sejak Jumat 7 Oktober 2016 di posisi 96,632.
Analis PT Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar menyampaikan harga emas pada penutupan akhir pekan kemarin melonjak setelah dolar mengalami pemerosotan akibat melemahnya data tenaga kerja AS periode Mei 2017. Data tersebut mencakup tiga aspek yakni Non Farm Payroll (NFP), peningkatan upah per jam atau average hourly earnings, dan tingkat pengangguran.
"Data tenaga kerja menjadi salah satu sentimen yang ditunggu pasar karena menjadi acuan Federal Reserve dalam meningkatkan suku bunga," tuturnya saat dihubungi Bisnis.com, Minggu (4/6/2017).
Baca Juga
Angka NFP bulan kemarin turun drastis menjadi 138.000 pekerja dari April 2017 sebesar 174.00 pekerja, dan di bawah estimasi 181.000 pekerja. Adapun peningkatan upah per jam stabil di level 0,2%.
Sementara tingkat pengangguran turun tipis menjadi 4,3% dari bulan sebelumnya sebesar 4,4%. Kendati data upah dan penganngguran menunjukkan kenaikan, investor lebih menyoroti buruknya data NFP.
Pada pekan ini ada dua sentimen yang menjadi perhatian pasar, yakni pemilihan umum parlemen Inggris dan kesaksian mantan direktur FBI James Comey di hadapan kongres terkait tuduhan Donald Trump yang memberikan informasi rahasia dengan Rusia. Kedua agenda tersebut dilaksanakan pada Kamis (8/6).
Terkait pemilu Inggris faktor yang memicu kecemasan pasar sehingga memicu pembelian emas ialah hasil survei YouGov, dimana margin suara Partai Konservatif hanya unggul tipis. Hingga pekan lalu, jumlah suara partai yang menaungi Perdana Menteri Theresa May itu memeroleh 42% suara, sedangkan Partai Buruh sebagai oposisi mengantongi 39% suara.
Pasar khawatir jika Partai Konservatif kalah dalam pemilu parlemen, kebijakan PM May bakal mengalami hambatan. Hal ini tentunya menambah kendala baru bagi proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Brexit.
Di sisi lain, pasar mencermati pernyataan Menteri Brexit David Davis perihal Inggris yang akan meninggalkan negosiasi dengan Uni Eropa jika Prancis dan Jerman meminta kompensasi proses Brexit sebesar 100 miliar euro. Sentimen ini menambah pelik kondisi politik Inggris dan Benua Biru.
Menurut Deddy, kedua agenda politik AS dan Inggris bisa menjadi katalis positif bagi emas. Oleh karena itu harga pada pekan ini berpeluang mencapai kisaran US$1.290-US$1.300 per troy ounce.
Harga emas belum akan mengilap pesat karena pasar masih mengantisipasi kenaikan suku bunga AS dalam Federal Open Market Committee (FOMC) 14 Juni 2017. Probabilitas peningkatan Fed Fund Rate (FFR) sampai pekan lalu masih cukup besar di kisaran 70%-80%.
Namun demikian, sambungnya, melambatnya data ekonomi AS membuat sejumlah analis berpendapat The Fed hanya menaikkan suku bunga sebanyak 2 kali pada 2017, lebih rendah dari target sebelumnya sejumlah 3 kali. Peningkatan FFR pertama sudah dilakukan pada 15 Maret 2017 sebesar 25 basis poin menuju 0,75%-1%.
"Bisa saja Juni atau September mendatang ada kenaikan [suku bunga The Fed]. Tampaknya tahun ini hanya terealisasi 2 kali peningkatan," paparnya.