Bisnis.com, JAKARTA--Kepemilikan investor asing dalam instrumen surat berharga negara yang dapat diperdagangkan (tradeable) meningkat Rp43,8 triliun sepanjang tahun berjalan menjadi lebih dari Rp700 triliun hingga Selasa (21/3/2017).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, outstanding SBN tradeable pada Selasa (21/3/2017) mencapai Rp1.850,49 triliun. Jumlah tersebut meningkat Rp77,21 triliun dibandingkan dengan posisi akhir 2016 yang tercatat senilai Rp1.773,28 triliun.
Investor asing mendominasi kepemilikan SBN dengan porsi sebesar 38,35% atau senilai Rp709,61 triliun. Selain investor asing, bank konvensional dan asuransi menyusul dengan kepemilikan SBN masing-masing senilai Rp508,23 triliun (27,46%) dan Rp245,55 triliun (13,27%)
Sejak awal tahun, investor asing terus menambah kepemilikan dalam instrumen SBN tradeable dengan net buy senilai Rp43,8 triliun, termasuk inflow sebesar Rp13,74 triliun dalam satu minggu terakhir. Kondisi ini membalik aksi jual besar-besaran oleh investor asing sepanjang November 2016 dengan net sell sekitar Rp20 triliun.
Anil Kumar, Analis Fixed Income Ashmore Asset Management, mengatakan arus dana asing ke pasar SBN dipicu oleh sikap skeptis terhadap reformasi ekonomi yang dirancang Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan pernyataan dovish dari petinggi The Fed.
Selain itu, investor asing memiliki ekspektasi tentang kenaikan peringkat utang Indonesia dari S&P Global Ratings. Kemarin, perwakilan S&P baru saja mengadakan pertemuan dengan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution.
Faktor lain datang dari memanasnya harga batu bara ke kisaran US$75-80 per ton yang berimplikasi terhadap susutnya defisit neraca transaksi berjalan Indonesia seiring kenaikan nilai ekspor.
"Faktor itu membuat asing masuk lagi ke surat utang negara-negara emerging market. Tetapi harus tetap cautious, kalau S&P tidak kasih investment grade investor asing bisa outflow besar," ujarnya ketika dihubungi Bisnis, Rabu (22/3/2017).
Menurut Anil, investor asing membidik SBN tradeabele tenor pendek di bawah 10 tahun untuk dikoleksi. Utamanya, SBN seri acuan atau benchmark tenor 5 tahun dan 10 tahun.
"Saat asing banyak masuk, pasar obligasi reli cepat, investor lokalnya ketinggalan," ucapnya.
Merujuk data Kemenkeu, perusahaan asuransi lokal hanya menambah kepemilikan SBN tradeable sebesar Rp7,31 triliun dan reksa dana Rp3,44 triliun sepanjang tahun ini. Pada periode yang sama, kepemilikan dana pensiun dalam SBN justru menyusut sekitar Rp590 miliar.
Derasnya arus modal ke pasar obligasi membuat yield obligasi negara tenor 10 tahun melandai. Berdasarkan data Asian Bonds Online, yield SUN 10 tahun telah terpangkas 84,8 basis poin ke level 7,125% hingga kemarin.
"Yield SBN masih menarik selama inflasi terjaga. Sampai akhir tahun mungkin sedikit naik ke 7,25%, karena masih ada volatilitas global," imbuh Anil.
Senada, analis fixed income BNI Securities Ariawan mengatakan investor obligasi masih fokus pada sentimen global. Namun, sentimen dalam negeri berupa potensi rating upgrade dari lembaga pemeringkat global, seperti Fitch Ratings, Mood's Investment Partners, dan S&P cukup menggairahkan pasar obligasi.
"Appetite investor asing masih cukup besar. Credit default swap (CDS) Indonesia sudah turun banget ke level 137 bps, paling rendah dalam 5 tahun terakhir. Itu sudah setara dengan BBB atau di atas level sekarang BBB-," ucapnya kepada Bisnis baru-baru ini.
Saat ketidakpastian eksternal mereda, Ariawan optimistis investor akan kembali ke pasar obligasi dengan mengoleksi surat utang tenor panjang. Sejak Desember 2016, lanjutnya, investor asing mulai kembali memperbanyak porsi SBN tenor di atas 10 tahun.
"Ini indikasi market mulai stabil dan ada ekspektasi positif dari investor. Tetapi peluang penurunan yield relatif tipis dari level sekarang karena ada sensitivitas harga," imbuhnya.
Ariawan memproyeksi yield SUN tenor 10 tahun berada pada level 7,3% pada tahun ini.
PASAR OBLIGASI: Kepemilikan Asing di SBN Tembus Rp700 Triliun
Kepemilikan investor asing dalam instrumen surat berharga negara yang dapat diperdagangkan (tradeable) meningkat Rp43,8 triliun sepanjang tahun berjalan menjadi lebih dari Rp700 triliun hingga Selasa (21/3/2017)n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Ana Noviani
Editor : Linda Teti Silitonga
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
7 menit yang lalu
Historia Bisnis: Upaya Grup Djarum Jaga Dominasi di BCA
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
7 menit yang lalu
Historia Bisnis: Upaya Grup Djarum Jaga Dominasi di BCA
5 jam yang lalu