Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Prospek Cerah Emisi Obligasi di Paruh Kedua 2025

Penerbitan obligasi pada paruh kedua tahun ini mendapat sentimen positif dari prospek pemangkasan suku bunga, namun sentimen global membayangi.
Pegawai mengamati layar transaksi obligasi di dealing room BNI, Jakarta, Rabu (21/5/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai mengamati layar transaksi obligasi di dealing room BNI, Jakarta, Rabu (21/5/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah analis menilai penerbitan obligasi pada semester II/2025 memiliki prospek yang cukup baik, ditopang oleh ekspektasi tren pelonggaran moneter.

Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menerangkan ekspektasi penurunan BI rate dan penurunan risk free yield Surat Berharga Negara (SBN) bakal membuat tren penerbitan obligasi lebih positif pada semester II/2025. Selain itu, kebutuhan untuk refinancing obligasi yang jatuh tempo turut menambah katalis positif pada semester ini.

"Dari sisi demand juga masih bagus, dengan adanya tren penurunan SRBI rate dan outstanding-nya, sehingga likuditas rupiah menjadi lebih bagus,” katanya saat dihubungi, Selasa (8/7/2025).

Berdasarkan data Pefindo, penerbitan obligasi korporasi sepanjang semester I/2025 mencapai Rp90,9 triliun atau melonjak 48,31% year on year (YoY) dari tahun sebelumnya sebesar Rp61,29 triliun.

Dari jumlah tersebut, mayoritas penerbitan surat utang ditujukan untuk kebutuhan modal kerja senilai Rp56,26 triliun atau meningkat secara tahunan dari posisi Rp38,61 triliun. 

Sementara itu, sebanyak Rp31,49 triliun digunakan untuk refinancing. Jumlah ini meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp15,21 triliun. Terkini, Pefindo memproyeksi penerbitan obligasi mencapai Rp60–Rp70 triliun.

Investment Analyst Capital Asset Management Martin Aditya juga menilai bahwa semester II/2025 menjadi momen yang tepat bagi para emiten untuk menerbitkan obligasi. Beberapa pertimbangannya antara lain tren yield yang sudah turun dan meningkatnya ekspektasi penurunan suku bunga di sisa 2025.

Hal ini dinilai bakal menurunkan cost of fund bagi para emiten, sehingga bakal memberikan ketahanan keuangan yang lebih baik ke depannya.

“Instrumen pendapatan tetap saat ini tetap menjadi instrumen investasi favorit terutama pada institusi seperti dana pensiun dan asuransi. Jadi akan tetap menjadi peluang mengingat instrumen ekuitas terutama di Indonesia tidak terlalu perform,” katanya.

Meskipun begitu, kedua analis menilai bahwa tarif Trump bakal menjadi bayang-bayang prospek penerbitan obligasi ke depannya. Selain pelemahan ekonomi di dalam negeri, tarif akan berpotensi mendorong perlambatan ekonomi secara global.

Jika hal ini terjadi, potensi capital outflow, pelemahan rupiah, hingga penundaan pemangkasan suku bunga bukan tidak mungkin terjadi. Belum lagi, Handy menambahkan, potensi kenaikan yield SBN akan membuat mahal biaya bunga penerbit obligasi.

Akan tetapi, jika skenario penundaan tarif hingga Agustus terlaksana atau besaran tarif relatif masih sama, maka pasar obligasi pada semester II/2025 bisa saja solid.

Kondisi globa disebut tetap menjadi bayang-bayang penerbitan obligasi di paruh kedua tahun ini. Potensi kembali memanasnya perang di Timur Tengah, Ukraina–Rusia, hingga India–Pakistan bakal memberikan tantangan tersendiri bagi penerbitan obligasi dalam negeri–di luar potensi dari tarif Trump.

Di satu sisi, Head of Fixed Income PT Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto menerangkan, kendati pasar obligasi dibayang-bayangi sejumlah sentimen global, namun masih memiliki ketahanan yang baik.

Khususnya bagi surat utang milik pemerintah, yang didorong oleh kepemilikan domestik yang mendominasi. Berdasarkan data DJPPR per 7 Juli 2025, kepemilikan SBN oleh dana asing hanya mewakili 14,78%.

“Karena sekarang memang dominasi kepemilikan [surat utang] kita ini kan domestik. Itu yang menjadi tuan rumahnya, kita,” kata dia.

Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa penerapan tarif dan sejumlah permasalahan global bakal berdampak pada ekonomi nasional, namun Ramdhan menilai bahwa prospek penerbitan obligasi pada semester II/2025 bakal cukup prospektif.

Hal itu didorong oleh ekspektasi penurunan suku bunga setelah sejumlah masalah perang Timur Tengah dan Tarif sempat mereda.

“Di satu sisi lain, memang secara industri, baik industri penerbit itu sendiri sedang tumbuh, dan industri pasar keuangannya juga cukup stabil dengan likuiditas yang baik. Ada jatuh tempo, itu otomatis akan masuk kembali ke instrumen utang,” lanjutnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper