Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

HARGA MINYAK: Ekspektasi Produksi Timteng Tinggi, WTI Lanjut Merah

Harga minyak mentah melanjutkan pelemahannya pada awal perdagangan hari ini, Rabu (1/6/2016), sejalan dengan ekspektasi tetap tingginya produksi dari negara-negara eksporter Timur Tengah
Harga minyak lanjutkan pelemahan./.
Harga minyak lanjutkan pelemahan./.

Bisnis.com, JAKARTA– Harga minyak mentah melanjutkan pelemahannya pada awal perdagangan hari ini, Rabu (1/6/2016), sejalan dengan ekspektasi tetap tingginya produksi dari negara-negara eksporter Timur Tengah.  

Harga minyak WTI kontrak Juli melemah 0,96% atau 0,47 poin ke US$48,63 per barel pada pukul 10.56 WIB setelah dibuka dengan penurunan sebesar 0,57% di level US$48,82 per barel. Kemarin, WTI ditutup juga dengan pelemahan sebesar 0,47% atau 0,23 poin ke posisi 49,10 meski diawali dengan penguatan.

Pada saat yang sama, patokan Eropa minyak Brent untuk kontrak Agustus juga melandai sebesar 0,98% atau 0,49 poin ke US$49,40 per barel, setelah dibuka dengan penurunan sebesar 0,48% ke posisi 49,65.

Seperti dilansir Reuters, pelemahan harga minyak pada awal perdagangan hari ini sejalan dengan ekspektasi tetap tingginya hingga naiknya produksi dari negara-negara pengekspor utama di Timur Tengah. Hal ini menyusul kekhawatiran terhadap kondisi perekonomian China yang membebani prospek permintaan bahan bakar.

Menurut para pedagang, penurunan harga minyak mentah merupakan hasil dari prospek kenaikan produksi negara-negara Timur Tengah anggota OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries).

Negara-negara tersebut bertemu pekan ini di Wina untuk membahas kebijakan pasar, yang diprediksi oleh sebagian besar bahwa fokus akan terus diberikan untuk memperjuangkan pangsa pasar alih-alih menopang harga dengan mengendalikan produksi.

Banyak negara produsen minyak Timur Tengah, termasuk eksporter teratas Arab Saudi juga Irak, Iran, dan Uni Emirat Arab telah menggenjot suplainya ke Asia dalam persaingan yang agresif demi merebut pangsa pasar.   

Namun dalam hal permintaan, menurut penyataan Morgan Stanley seperti dikutip Reuters, terdapat kekhawatiran tentang kondisi perekonomian China.

"Para ekonom kami khawatir bahwa data untuk bulan April menunjukkan potensi perlambatan pada China… Data permintaan minyak dari China dapat memperkuat kekhawatiran tersebut,” paparnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper