Bisnis.com, JAKARTA – Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) hingga pelemahan nilai tukar rupiah akan menjadi faktor yang membebani kinerja emiten BUMN Karya pada 2024.
Pada pekan ini, Rapat Dewan Gubernur BI memutuskan untuk mengerek suku bunga acuan sebesar 0,25 basis poin menjadi 6,25%. Langkah tersebut bertujuan menjaga stabilitas rupiah yang kini melemah akibat ketidakpastian global.
Berdasarkan Bloomberg, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) saat ini bertengger di level Rp16.210 pada Jumat (26/4/2024) atau melemah 0,14% dari hari sebelumnya.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Vicky Rosalinda menyatakan bahwa kenaikan suku bunga acuan dan pelemahan rupiah menjadi sentimen negatif yang berdampak pada saham-saham perbankan, konstruksi, properti, otomotif, dan teknologi.
Untuk sektor konstruksi, khususnya BUMN Karya, dampak dua faktor tersebut dinilai cukup signifikan. Mulai dari bahan baku material yang akan meningkat seiring pelemahan rupiah hingga terkereknya beban pinjaman akibat kenaikan suku bunga acuan.
Di sisi lain, Rosalinda atau akrab disapa Ocha menyatakan keberlanjutan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara masih menjadi katalis positif bagi BUMN Karya pada tahun ini. Meski demikian, hal tersebut akan dibayangi oleh kondisi moneter.
Baca Juga
“Pada saat ini, suku bunga kita tinggi yakni 6,25% dan juga ada pelemahan rupiah, yang mana sangat mempengaruhi sektor konstruksi. Jika The Fed menurunkan suku bunganya, kami perkirakan saham-saham BUMN dapat bertumbuh,” ujarnya Jumat (26/4/2024).
Dalam kesempatan terpisah, PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) mulai mengantisipasi dampak dari peningkatan suku bunga BI dengan tidak menambah utang. Perseroan juga memutuskan tidak menebar dividen guna menjaga struktur permodalan.
Direktur Keuangan PTPP Agus Purbianto menambahkan bahwa keputusan BI mengerek suku bunga acuan juga akan memberi dampak signifikan dalam hal pendanaan, khususnya terkait obligasi jangka menengah yang diterbitkan oleh perseroan.
“Suku bunga naik berimbas kepada obligasi jangka menengah dan panjang. Namun dampak dari pinjaman ke perbankan, biasanya kami negosiasi dulu,” pungkasnya.
--------------------
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.