Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rapor Cuan Emiten Pelayaran SMDR, TMAS Cs Semester I/2025 Layar Terkembang

Emiten pelayaran seperti SMDR dan TMAS mencatat pertumbuhan laba pada semester I/2025, sementara beberapa lainnya mengalami penurunan. Tantangan dan peluang tetap ada di tengah dinamika pasar.
Truk kontainer melintas di antara tumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (3/6/2025). Bisnis/Arief Hermawan P
Truk kontainer melintas di antara tumpukan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (3/6/2025). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Sederet emiten pelayaran seperti PT Samudera Indonesia Tbk (SMDR) dan PT Temas Tbk (TMAS) menikmati angin segar pada pertumbuhan laba semester I/2025.

Berdasarkan laporan keuangan, SMDR membukukan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$29,3 juta atau Rp480,66 miliar (asumsi kurs Rp16.405 per dolar AS) pada semester I/2025

Direktur Utama Samudera Indonesia Bani M. Mulia mengatakan laba bersih perseroan tumbuh 30% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan laba bersih semester I/2024 sebesar US$22,5 juta.

Pertumbuhan laba SMDR sejalan dengan pendapatan yang naik 17% yoy menjadi US$379,1 juta per semester I/2025, dibandingkan US$323,9 juta per semester I/2024.

"Dengan kondisi tersebut, membuat kami sangat bersyukur dan membuat kami semakin optimistis bahwa di 2025 ini meskipun banyak tantangan, namun kami percaya banyak juga peluang untuk dapatkan hasil yang baik," kata Bani dalam konferensi pers pada Rabu (30/7/2025).

Sementara, TMAS mencatatkan laba bersih sebesar Rp286,21 miliar pada semester I/2025, tumbuh 2,13% yoy dibandingkan Rp280,24 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. 

Begitu juga PT Habco Trans Maritima Tbk (HATM) yang mencatatkan kinerja laba naik 31,17% yoy menjadi Rp109,88 miliar pada semester I/2025, dibandingkan Rp83,76 miliar pada semester I/2024.

Meski begitu, deretan emiten pelayaran lainnya mencatatkan kinerja lesu labanya. PT Pelayaran Nelly Dwi Putri Tbk (NELY) misalnya mencatatkan kinerja laba yang turun 60,43% yoy menjadi Rp44,41 miliar pada semester I/2025, dibandingkan Rp112,26 miliar pada semester I/2024.

PT Hasnur Internasional Shipping Tbk. (HAIS) pun mencatatkan kinerja laba yang turun 37,94% yoy menjadi Rp34,96 miliar pada semester I/2025, dibandingkan Rp56,33 miliar pada semester I/2024.

Direktur Keuangan Hasnur Internasional Shipping Rickie dalam keterangan tertulisnya menjelaskan bahwa kinerja paruh pertama 2025 masih terdampak kondisi penyesuaian pasar atas situasi geopolitik global yang berpengaruh terhadap harga dan tingkat permintaan batu bara sebagai komoditas kargo utama yang diangkut perseroan. Kemudian, terdapat faktor cuaca yang berpengaruh terhadap produktivitas armada.

"Kami tetap optimistis dengan prospek bisnis ke depan, meskipun menghadapi dinamika pasar. Fokus kami adalah efisiensi operasional, optimalisasi armada dan ekspansi rute strategis,” ujar Rickie dalam keterangan tertulisnya.

Sementara itu, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan emiten pelayaran mulai bergeliat seiring dengan permintaan pasar yang sudah tinggi. Tercatat, sejumlah emiten pelayaran pun berekspansi menambah jumlah armadanya.

"Penambahan kapal baru dan ekspansi bisnis lainnya itu akan menjadi sentimen positif bagi emiten ke depan khususnya yang berbasis pelayaran," ujar Nafan kepada Bisnis pada Kamis (31/7/2025).

Di sisi lain, emiten pelayaran juga masih menghadapi tantangan pergerakan harga komoditas yang relatif volatil serta pertumbuhan ekonomi global yang memberikan dampak pada supply chain.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo mengatakan saham pelayaran menghadapi tantangan lemahnya konsumsi domestik serta daya beli masyarakat pada tahun ini.

Kinerja bisnis segmen pelayaran juga akan dipengaruhi oleh geliat industri manufaktur Indonesia. Sementara, mengacu laporan S&P Global, Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia turun ke level 46,9 pada Juni 2025 dari bulan sebelumnya 47,4.  

Dalam laporan terbaru S&P Global, tren kontraksi ini berlanjut sejak April 2025 lalu yang anjlok ke angka 46,7. Angka PMI manufaktur ini juga disebut terendah kedua sejak Agustus 2021 yang menunjukkan penurunan sektor produksi. 

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Dwi Nicken Tari
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro