Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah ke posisi Rp16.325 pada perdagangan hari ini, Senin (21/7/2025). Di sisi lain, greenback terpantau stagan.
Mengutip Bloomberg, rupiah dibuka melemah 28,50 poin atau 0,17% menuju Rp16.325 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS stagnan di level 98,48.
Sementara itu, mata uang di Asia mayoritas dibuka melemah. Yuan China melemah 0,03% bersama rupee India sebesar 0,09%. Sementara itu, won Korea dan baht Thailand masing-masing terkontraksi 0,05% dan 0,12% terhadap dolar AS.
Pengamat forex Ibrahim Assuaibi sebelumnya memproyeksikan bahwa rupiah akan bergerak fluktuatif, tetapi berpotensi ditutup melemah pada rentang Rp16.280–Rp16.330 per dolar AS dalam perdagangan Senin (21/7/2025).
Menurutnya, pasar tengah mencermati sikap The Fed yang cenderung hati-hati setelah rilis data inflasi AS yang sedikit di atas ekspektasi. Hal ini menunjukkan kemungkinan kecil pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat.
Sementara itu, data inflasi memperlihatkan tekanan harga masih lemah. Namun sejumlah pejabat The Fed menilai kenaikan belakangan ini bisa terkait dampak awal dari tarif perdagangan Presiden AS Donald Trump.
Ketegangan politik antara Trump dan Ketua The Fed Jerome Powell turut menambah ketidakpastian pasar, terutama menyangkut independensi The Fed.
“Investor semakin yakin bahwa Federal Reserve tidak akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat. Sementara itu, kekhawatiran atas independensi bank sentral diperburuk di tengah meningkatnya ketegangan antara Presiden Trump dan Ketua Fed Jerome Powell,” pungkas Ibrahim dalam keterangannya.
Dari dalam negeri, pasar mencermati kesepakatan dagang besar antara Indonesia dan AS yang diumumkan pekan ini. Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Trump menyebutnya sebagai tonggak baru hubungan ekonomi bilateral.
Kesepakatan tersebut mencakup komitmen Indonesia untuk mengimpor energi dari AS senilai US$15 miliar dan produk pertanian senilai US$4,5 miliar, serta pembelian 50 unit pesawat Boeing, termasuk seri 777.
Meski disambut positif secara diplomatik, sejumlah ekonom mengingatkan potensi risiko jangka panjang, seperti ketimpangan perdagangan dan ancaman terhadap kedaulatan energi serta ketahanan pangan nasional.