Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BEI Klaim Program Buyback Mampu Jaga Stabilitas Harga Saham

Program buyback saham membantu stabilkan harga saham di tengah tekanan pasar, meski realisasinya bergantung pada kondisi emiten dan sentimen pasar.
Karyawan beraktivitas di PT Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (21/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan beraktivitas di PT Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (21/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat geliat buyback saham memberikan dampak positif bagi pasar saham. Aksi buyback emiten ini menjadi salah satu penopang IHSG usai terpuruk awal tahun ini setelah pengumuman tarif Trump.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan kebijakan pembelian kembali saham tanpa rapat umum pemegang saham (RUPS) guna mendongkrak aksi korporasi emiten pada awal tahun ini. 

Direktur Pengaturan Perdagangan dan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy menjelaskan buyback merupakan salah satu mekanisme yang sah dan strategis bagi emiten untuk menstabilkan harga sahamnya, khususnya saat pasar mengalami tekanan yang tidak sepenuhnya mencerminkan fundamental perusahaan.

Namun, efektivitas buyback dalam membalikkan harga saham sangat bergantung pada beberapa faktor, seperti skala buyback, kondisi fundamental emiten, serta sentimen pasar secara keseluruhan. 

"Dalam beberapa kasus, program buyback mampu memperkuat persepsi investor bahwa manajemen memiliki keyakinan terhadap prospek jangka panjang perusahaan, sehingga membantu menahan penurunan lebih dalam atau bahkan memulihkan harga," ujar Irvan dalam jawaban tertulisnya pada Senin (21/7/2025).

Bursa juga menilai bahwa secara umum, buyback telah berkontribusi pada stabilisasi harga saham sejumlah emiten, meskipun tidak selalu langsung membalikkan tren penurunan yang disebabkan oleh faktor eksternal global. 

Di sisi lain, langkah buyback tetap memperkuat persepsi pasar terhadap komitmen emiten dalam menjaga nilai perusahaan dan memperhatikan kepentingan pemegang saham.

Sebagaimana diketahui, OJK telah mengeluarkan kebijakan buyback tanpa RUPS pada awal April 2025. Langkah itu dilakukan seiring dengan guncangan pasar saham yang terjadi. Bursa bahkan mengumumkan pembekuan sementara perdagangan saham atau trading halt dua kali saat itu.

Adapun, OJK mencatat bahwa pada periode 20 Maret sampai dengan 30 Juni 2025, terdapat 43 emiten yang berencana untuk melakukan buyback tanpa RUPS, dengan perkiraan alokasi dana buyback sebesar Rp22,54 triliun. 

Dari 43 emiten tersebut terdapat 35 emiten yang telah melakukan pelaksanaan buyback dengan nilai realisasi sebesar Rp3,38 triliun atau sebesar 14,98 persen.

Sementara itu, saat ini pasar saham Indonesia mulai menggeliat. Indeks harga saham gabungan (IHSG) pun berada di zona hijau, menguat 3,28% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) atau sejak perdagangan perdana 2025 hingga perdagangan akhir pekan lalu (18/7/2025) di level 7.311,91.

Sebelumnya, Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan juga menilai langkah buyback tanpa RUPS dapat memberi sinyal kepercayaan diri manajemen dan bisa jadi penopang psikologis bagi investor. Namun, dampaknya terhadap stabilitas harga saham bersifat jangka pendek dan lebih terasa jika dilakukan oleh emiten dengan kapitalisasi pasar besar atau big caps.

"Secara umum, buyback bukan solusi fundamental terhadap tekanan pasar, terutama di tengah kuatnya sentimen eksternal seperti pelemahan rupiah, naiknya yield obligasi, dan kekhawatiran atas perang dagang AS-China," kata Felix kepada Bisnis pada beberapa waktu lalu. 

Menurutnya, arah jangka pendek IHSG masih cenderung risk-off, di mana investor menahan diri, karena belum ada kejelasan soal arah suku bunga global dan tekanan makro lainnya.

"Buyback bisa membantu stabilisasi, tapi tidak cukup untuk mengubah tren tanpa dukungan sentimen global yang lebih positif," tutur Felix. 

Sementara, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia Fath Aliansyah mengatakan untuk emiten yang sudah memiliki alokasi belanja modal (capex) yang cukup, atau emiten dengan kondisi keuangan yang sehat, lebih berpotensi untuk menerapkan kebijakan buyback tanpa RUPS.

"Imbasnya akan berbeda dengan emiten yang secara posisi keuangan memiliki keadaan yang tidak sehat," ujarnya. 

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Dwi Nicken Tari
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro