Bisnis.com, JAKARTA — Di tengah reli yang terjadi di mayoritas pasar global, bursa saham Indonesia dan Filipina justru mencatatkan kinerja terburuk di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik pada periode perdagangan pekan terakhir Juni 2025.
Berdasarkan data statistik mingguan Bursa Efek Indonesia (BEI), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,14% ke 6.897,40 selama periode 23-26 Juni 2025.
Kinerja serupa juga dialami indeks pasar saham Filipina, PSEI, yang terkoreksi 0,14% menjadi 6.330,65 dari posisi pekan lalu di 6.339,77. Hal ini membuat IHSG dan PSEi menjadi indeks dengan return mingguan negatif di Asia Pasifik.
Sebaliknya, sejumlah indeks di kawasan Asia lain justru menguat signifikan. Bursa Thailand (SET Index) memimpin kenaikan dengan lonjakan 3,66%, disusul Hong Kong (Hang Seng) sebesar 3,38%, dan Jepang (Nikkei 225) sebesar 3,08%.
Di tingkat global, tren positif juga melanda sebagian besar indeks utama. Indeks Dow Jones di Amerika Serikat menguat 1,84%, sedangkan Tadawul di Arab Saudi melonjak 4,22%, bahkan indeks Dubai mencatat kenaikan tertinggi sebesar 6,20%.
Pelemahan IHSG terjadi di tengah tekanan pada sejumlah saham berkapitalisasi besar, seperti PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) yang turun 7,46% sepekan sehingga membebani kinerja indeks komposit dengan bobot 17,10 poin.
Baca Juga
Saham PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) juga terkoreksi sebesar 4,55% selama sepekan, diikuti saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) yang melemah 8,12%, dan saham PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) anjlok 18,64%.
Dari sisi sektor, indeks energi menjadi sektor dengan koreksi terdalam di BEI, yakni minus 4,17% selama sepekan. Adapun saham sektor basic materials terkontraksi 1,52% dan sektor konsumer siklikal melemah 1,40%.
Pada perdagangan akhir pekan ini, Kamis (26/6/2025), IHSG ditutup menguat 0,96% ke 6.897,40. Tercatat, sebanyak 357 saham meningkat, 246 saham terkoreksi, dan 200 stagnan. Adapun kapitalisasi pasar parkir di posisi Rp12.127 triliun.
Analis Phintraco Sekuritas Ratna Lim menjelaskan investor saat ini cenderung melakukan perdagangan jangka pendek di tengah kondisi ketidakpastian yang masih relatif tinggi serta menjelang libur panjang akhir pekan.
Menurutnya, pasar juga masih bersikap menunggu apakah gencatan senjata Iran-Israel akan bertahan dan investor turut mengantisipasi kinerja keuangan para emiten menjelang laporan keuangan semester pertama tahun ini.
“Maraknya IPO yang ditawarkan dalam waktu bersamaan diperkirakan juga berpengaruh terhadap ketatnya likuiditas di pasar reguler,” kata Ratna dalam publikasi riset harian pada Kamis (26/6/2025).
-----------------
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.