Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Minyak Lanjutkan Reli, Konflik Israel-Iran Kian Picu Kekhawatiran Pasokan

Harga minyak mentah kembali melonjak pada awal pekan setelah Israel dan Iran terus melancarkan serangan lintas wilayah pada Minggu.
Dongkrak pompa mengebor minyak mentah dari Ladang Minyak Yates di Permian Basin, Texas, AS, 17 Maret 2023./REUTERS-Bing Guan
Dongkrak pompa mengebor minyak mentah dari Ladang Minyak Yates di Permian Basin, Texas, AS, 17 Maret 2023./REUTERS-Bing Guan

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah kembali melonjak pada awal pekan setelah Israel dan Iran terus melancarkan serangan lintas wilayah selama akhir pekan, memicu kekhawatiran pasar akan potensi terganggunya suplai minyak dari kawasan Timur Tengah.

Melansir Bloomberg, Senin (16/6/2025), harga minyak berjangka Brent untuk kontrak pengiriman pengiriman Agustus 2025 menguat 2,8% menjadi US$76,29 per barel pada pukul 05.30 WIB, setelah menguat 7% pada akhir pekan.

Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Juli 2025 menguat 2,7% ke US$74,95 per barel.

Serangan Israel kali ini menyasar ladang gas raksasa South Pars di Iran, yang membuat salah satu platform produksi harus ditutup. Serangan ini menyusul gempuran sebelumnya ke situs nuklir dan komando militer Iran.

Memuncaknya ketegangan ini mengguncang pasar keuangan global. Harga minyak sempat melesat lebih dari 13% pada Jumat, sebelum terkoreksi sebagian, sementara investor beralih ke aset lindung nilai seperti emas.

Sebagai respons, Iran membatalkan pembicaraan nuklir dengan Amerika Serikat yang dijadwalkan berlangsung di Oman pada Minggu.

Pasar kini mengarahkan perhatian penuh pada Selat Hormuz, jalur pengapalan strategis tempat sekitar 20% pasokan minyak dunia dikirim. Jika Iran berupaya menutup jalur sempit tersebut, lonjakan harga lebih lanjut bisa tak terhindarkan.

Indikator pasar yang diawasi ketat menunjukkan meningkatnya kekhawatiran akan gangguan pasokan dalam waktu dekat dan risiko konflik jangka panjang. Selisih harga antara dua kontrak Brent terdekat untuk Desember—indikator penting neraca jangka panjang—melebar hingga US$1,29 menjadi US$3,48 per barel.

Pasar opsi turut menunjukkan sinyal kewaspadaan, dengan kecenderungan pada opsi beli (bullish call) yang dominan di sesi Asia, seiring tingginya volatilitas dan volume transaksi yang melampaui rata-rata.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper