Bisnis.com, JAKARTA — Saham PT Merdeka Battery Materials Tbk. (MBMA) melaju kencang pada perdagangan hari ini, Senin (5/5/2025), usai emiten kongsi Garibaldi ‘Boy’ Thohir dan Grup Saratoga tersebut diumumkan masuk ke dalam daftar MSCI Indonesia Small Cap Index yang berlaku mulai 2 Juni 2025 hingga 1 September 2025.
Berdasarkan data Bloomberg, saham MBMA melesat 5,29% atau 18 poin ke Rp358 per lembar pada perdagangan Senin (5/5/2025) hingga pukul 14.10 WIB. Dalam sebulan terakhir, saham MBMA telah melejit 28,06%. Meski begitu, sepanjang tahun berjalan 2025, saham MBMA masih terkoreksi 22,27%.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan hasil evaluasi berkala yang dipublikasikan Rabu (5/5/2024), MSCI Inc. melakukan perombakan konstituen sejumlah indeks acuan yang dikelolanya.
Untuk MSCI Indonesia Small Cap, dua saham masuk ke dalam indeks dan empat saham dihapus. Dua saham yang masuk dalam MSCI Small Cap Index itu yakni PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL) dan PT Merdeka Battery Materials Tbk. (MBMA).
Kemudian, empat saham yang keluar dari MSCI Small Cap Index adalah PT Harum Energy Tbk. (HRUM), PT Indika Energy Tbk. (INDY), PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA), serta saham PT Wijaya Karya Tbk. (WIKA).
Sementara, tidak ada saham yang masuk dan keluar dari indeks MSCI Indonesia Global Standard serta MSCI Indonesia Micro Cap.
Baca Juga
MSCI atau Morgan Stanley Capital International merupakan indeks saham yang diluncurkan oleh sebuah lembaga riset internasional Morgan Stanley. MSCI juga merupakan perusahaan penyedia indeks saham dan obligasi yang sudah terkenal di seluruh dunia.
Secara tidak langsung, MSCI berguna untuk mengukur kinerja pasar di sebuah wilayah yang sudah ditetapkan sesuai dengan standar perhitungan MSCI.
Secara teoritis, ketika suatu saham masuk indeks MSCI, hal ini seringkali menandakan peningkatan likuiditas dan perubahan persepsi pasar terhadap saham tersebut. Inklusi dalam indeks global seperti MSCI memberi sinyal positif kepada investor internasional dan domestik, menunjukkan bahwa saham tersebut telah memenuhi standar tertentu dalam hal kinerja dan stabilitas.
Akibatnya, saham tersebut cenderung mengalami peningkatan volume perdagangan karena banyak manajer investasi (MI) yang mengikuti indeks ini akan mulai memasukkan saham tersebut dalam portofolio mereka. Sebagai contoh, Indeks MSCI dapat menjadi produk reksa dana indeks ataupun exchange traded fund (ETF) yang dikelola MI.
Sebelumnya, mayoritas analis yang mengulas saham MBMA memberikan pandangan bullish terhadap emiten terafiliasi Boy Yhohr tersebut. Berdasarkan konsensus analis yang dihimpun Bloomberg, 15 dari 17 analis memberikan rekomendasi beli, dan hanya masing-masing satu orang analis yang memasang peringkat holds dan sells terhadap saham MBMA.
Target harga saham MBMA dalam 12 bulan ke depan berdasarkan konsensus analis Bloomberg ada di level Rp531 per saham. Target harga itu mencerminkan potensi upside sebesar 53,46% dari level harga saat ini.
Terbaru, analis PT Buana Capital Dennis Tay memberikan rekomendasi beli terhadap MBMA dengan target harga mencapai Rp600.
Senada, analis Citi Ryan Davis merekomendasikan beli terhadap MBMA dengan target harga mencapai Rp570 dan analis Ciptadana Sekuritas Thomas Radityo menyematkan peringkat beli terhadap MBMA dengan target harga Rp400 per saham.
”Kami menurunkan rekomendasi beli untuk MBMA dengan target harga yang menjadi Rp600 dari sebelumnya Rp650, yang mengimplikasikan proyeksi EV/EBITDA sebesar 14,5 kali pada 2025. Risiko utama terhadap rekomendasi kami adalah harga nikel yang lebih rendah dari ekspektasi dan penundaan proyek-proyek pertumbuhan,” kata Dennis Tay dalam risetnya, dikutip Senin (5/5/2025).
Target Produksi MBMA 2025
Di sisi operasional, MBMA menetapkan sejumlah target produksi bijih nikel dan produk-produk turunannya pada 2025. Berdasarkan Laporan Tahunan 2024 yang dikutip Senin (5/5/2025), manajemen MBMA menerangkan bahwa perseroan menargetkan volume pengiriman bijih nikel saprolit sebanyak 6 juta–7 juta wet metric ton (wmt) pada 2025. Sementara itu, penjualan bijih nikel limonit ditargetkan berada dalam rentang 12,5 juta– 15,0 juta wmt.
Produksi nickel pig iron (NPI) diperkirakan mencapai 80.000 – 87.000 ton pada tahun ini dengan biaya kas yang ditargetkan di bawah US$11.000/ton dan biaya all-in sustaining cost (AISC) di bawah US$11.200/ton.
Sementara itu, produksi Mix Hydroxide Precipitate (MHP) ditargetkan mencapai 25.000–30.000 ton, dengan biaya kas rata-rata di bawah US$9.000 per ton.
Presiden Direktur MBMA Teddy Oetomo menerangkan, kinerja operasional sepanjang tahun lalu mencerminkan komitmen perseroan untuk meningkatkan efisiensi, keberlanjutan dan inovasi di wilayah tambang dan pemurnian pabrik.
“Memasuki 2025, MBMA dalam posisi pertumbuhan yang signifikan, didorong oleh peningkatan produksi bijih nikel, peningkatan produksi pemurnian nikel dan beroperasinya fasilitas HPAL,” kata Teddy lewat keterangan resmi, dikutip Jumat (7/2/2025).
Sebelumnya, pada 2024, MBMA berupaya memperluas operasi serta infrastruktur penambangan pada wilayah tambang Sulawesi Cahaya Mineral. Selama periode itu, SCM meningkatkan produksi bijih lebih dari dua kali lipat dengan produksi saprolit sebesar 4,9 juta wmt pada 2024, dibandingkan dengan 2,3 juta wmt pada 2023. Selain itu, produksi limonit mencapai 10,1 juta wmt pada 2024.
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.