Bisnis.com, JAKARTA — Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI akan segera menawarkan Surat Berharga Negara (SBN) ritel ketiga pada 2025, yakni Sukuk Ritel (SR) seri SR022.
DJPPR Kemenkeu RI akan merilis Sukuk Ritel (SR) seri SR022 yang dibuka penawarannya mulai 16 Mei 2025 hingga 18 Juni 2025.
Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo Suhindarto mengatakan bahwa kupon SR022 diproyeksi akan ditawarkan dalam rentang 6,5% - 6,8%, tergantung pada kondisi yield di pasar dan tenor yang ditawarkan.
Dia menjelaskan, apabila pemerintah menerbitkan SR022 dalam dua jangka waktu atau tenor, yaitu 3 tahun dan 5 tahun dan untuk dua tenor tersebut yield-nya saat ini berada pada 6,625% dan 6,694% per 23 April 2025.
Adapun dia memperkirakan yield akan cenderung sedikit turun saat SR022 ditawarkan pertama kali pada 16 Mei nanti karena pasar relatif stabil di tengah masa tunggu penundaan kebijakan pengenaan tarif resiprokal Trump.
"Kemungkinan yield akan bergerak ke 6,5%-6,7% untuk tenor 3 tahun dan 6,6%-6,8% untuk tenor 5 tahun. Begitu juga, kupon SR022 kemungkinan akan ditawarkan pada rentang tersebut," katanya, Kamis (24/4/2025).
Fixed Income Analyst Pefindo Ahmad Nasrudin mengatakan belum mempunyai gambaran terkait dengan target penjualan SR022.
Meski begitu, apabila melihat kondisi saat ini, menurutnya pemerintah mungkin menargetkan penjualan sejumlah seri SBN ritel bisa lebih tinggi.
"Kenapa lebih tinggi? Pemerintah pada awal tahun ini membutuhkan pendanaan yang lebih tinggi daripada tahun lalu mempertimbangkan defisit baru-baru ini," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa per akhir Maret 2025, defisit telah mencapai Rp104,2 triliun atau setara 0,43% dari produk domestik bruto (PDB).
Menurutnya, kondisi ini kontras dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yang masih mencatatkan surplus Rp8,1 triliun. Oleh karena itu, kebutuhan pemerintah untuk membiayai defisit anggaran pada semester I/2025 akan cenderung lebih tinggi daripada periode yang sama tahun lalu.
"Apalagi, kalau kami lihat secara keseluruhan, pemerintah menargetkan defisit yang lebih besar untuk 2025 daripada 2024," tambahnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.