Bisnis.com, JAKARTA — Harga emas mencapai rekor tertingginya dengan melampaui US$3.200 per ons di tengah kekhawatiran investor secara global. Daya tarik emas sebagai aset safe haven semakin memikat.
Dilansir dari Bloomberg, harga emas global naik 2,1% menjadi US$3.244,15 pada perdagangan Jumat (11/4/2025). Angka itu memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa yang tercapai sehari sebelumnya.
Harga emas mencatatkan kenaikan mingguan lebih dari 6% secara mingguan.
Perubahan arah kebijakan tarif impor oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memicu aksi jual panik (panic selling) di bursa saham, obligasi, dan dolar AS. Investor mengkhawatirkan risiko resesi ekonomi akibat kebijakan yang berdampak pada banyak negara itu.
Secara khusus, aksi jual obligasi pemerintah AS menimbulkan sorotan soal turunnya minat terhadap aset AS, juga memicu tanya apakah utang negara itu masih tetap layak menjadi instrumen lindung nilai.
"Pemulihan emas yang sangat kuat kembali ke titik tertinggi sepanjang masa mengirimkan sinyal bahwa semuanya tidak baik-baik saja," kata Kepala Strategi Komoditas di Saxo Bank AS, Ole Hansen, dilansir dari Bloomberg pada Sabtu (12/4/2025).
Baca Juga
Menurut Hansen, kekuatan harga emas yang berkelanjutan menunjukkan bahwa meskipun ada jeda pemberlakuan tarif Trump, kekhawatiran mendasar tetap ada.
"Ketegangan geopolitik dan ekonomi, utang fiskal yang meningkat, dan permintaan bank sentral yang terus berlanjut [menjadi perhatian investor]," katanya.
Pemberlakuan tarif antara AS dengan China menjadi sorotan utama, karena dua kekuatan ekonomi itu saling membalas dan menjadi 'perang tarif'. AS yang terlebih dahulu mengenakan tarif impor 10% terus menaikkan angkanya untuk merespons China, hingga terakhir memberlakukan tarif 145% untuk China.
Tarif yang ada pada tingkat untuk menghentikan hampir semua perdagangan antara AS dan China itu menimbulkan kekhawatiran, bahwa pertikaian antara ekonomi terbesar dunia itu dapat meluas ke area lain dalam hubungan tersebut.
China membalas tarif Trump dengan menaikkan bea atas semua barang AS, sambil menyebut tindakan pemerintah sebagai "lelucon" dan mengatakan tidak lagi menganggapnya layak untuk disamai.
Analis logam mulia yang berbasis di Shanghai di Guotai Jun'an Futures Co., Liu Yuxuan, menilai bahwa dalam kondisi seperti saat ini emas menjadi tempat terbaik untuk berada di pasar.
Menurutnya, kondisi saat ini memperdalam ketidakpercataan terhadap dolar AS, sehingga investor melirik emas sebagai aset safe haven yang menarik.
"Ketegangan perdagangan yang belum pernah terjadi sebelumnya telah memperdalam ketidakpercayaan terhadap dolar AS, mengintensifkan permintaan untuk aset safe haven lainnya," katanya.
Kenaikan harga emas sebesar 23% tahun ini juga didorong oleh pembelian bank sentral dan harapan akan pelonggaran moneter Federal Reserve (The Fed) lebih lanjut.