Bisnis.com, JAKARTA – Emiten baja pelat merah atau BUMN PT Krakatau Steel(Persero) Tbk. (KRAS) memasang kuda-kuda untuk menangkis tekanan global. Salah satunya dengan memperluas penetrasinya ke sejumlah negara tujuan ekspor.
Direktur Utama Krakatau Steel Muhamad Akbar mengaku optimistis dalam menghadapi tekanan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), sekaligus kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Presiden AS Donald Trump.
Menurutnya, volatilitas nilai tukar merupakan bagian dari dinamika pasar global yang sudah lama dihadapi pelaku industri baja. KRAS juga disebut telah terbiasa dengan berbagai tantangan eksternal sejak perseroan mulai beroperasi.
“Fluktuasi nilai tukar dari Rp10.000, Rp12.000, Rp14.000 hingga Rp17.000 sudah menjadi hal biasa bagi pelaku industri baja, termasuk Krakatau Steel,” ujarnya dalam pertemuan dengan awak media di Jakarta, Jumat (11/4/2025).
Dia memandang bahwa penerapan tarif impor sebesar 32% oleh Donald Trump kepada Indonesia tidak serta-merta menjadi ancaman signifikan bagi industri baja.
Hal itu dikarenakan kontribusi ekspor baja ke Negeri Paman Sam terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dinilai relatif kecil, yakni tidak lebih dari 18%.
Di tengah tantangan tersebut, Akbar menyatakan bahwa KRAS telah memperluas penetrasi pasar ke sejumlah negara, termasuk kawasan Asia Selatan dan Afrika. Diversifikasi pasar dinilai mampu mengurangi ketergantungan terhadap AS.
“Kami sudah melakukan ekspor ke berbagai negara, mulai dari India, Pakistan, hingga Afrika. Dalam menghadapi ketidakpastian global, fokus kami adalah efisiensi menyeluruh dan inovasi di seluruh lini,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Akbar mengungkapkan bahwa strategi perusahaan tidak hanya berfokus pada peningkatan produksi, tetapi juga memperkuat kerja sama bilateral dan multilateral untuk membuka jalur perdagangan yang lebih luas.
Perseroan bahkan mendorong pendirian pabrik bahan baku baja di kawasan industri milik Krakatau Steel guna memperkuat rantai pasok nasional.
“Kami aktif dalam berbagai kerja sama bilateral, multilateral, hingga regional. Semua ditujukan untuk memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan global,” ucapnya.
Dalam perkembangan sebelumnya, The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis dalam menjaga stabilitas industri nasional menyusul kebijakan tarif AS.
Asosiasi memandang bahwa kebijakan tarif itu berpotensi mendorong negara-negara eksportir baja untuk mengalihkan produknya ke pasar baru, termasuk Indonesia. Situasi ini dinilai berisiko membanjiri baja impor ke pasar domestik.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.