Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Yuan Anjlok ke Level Terendah sejak 2007 usai Trump Ganjar Tarif 125% ke China

Yuan onshore tergelincir ke level terendah sejak Desember 2007 terhadap dolar AS.
Uang kertas pecahan 100 yuan China dalam mesin penghitung mata uang./Bloomberg-Lam Yik
Uang kertas pecahan 100 yuan China dalam mesin penghitung mata uang./Bloomberg-Lam Yik

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar yuan China melemah terhadap hampir seluruh mata uang utama dunia, mencerminkan strategi Beijing yang mulai memainkan nilai tukar sebagai senjata untuk menahan dampak perang dagang yang kian dalam dengan Amerika Serikat (AS).

Melansir Bloomberg, Kamis (10/4/2025), yuan onshore tergelincir ke level terendah sejak 2007 terhadap dolar AS di level 7.3498, sebelum pulih tipis menjelang pertemuan elit kepemimpinan China yang akan membahas paket stimulus ekonomi.

Nilai tukar yuan juga menyentuh posisi terlemah dalam 15 bulan terhadap indeks mata uang mitra dagang lainnya.

Hal ini menyusul eskalasi terbaru di mana Presiden Donald Trump menaikkan tarif terhadap China menjadi 125%, sekaligus menangguhkan pemberlakuan tarif untuk puluhan negara lain selama 90 hari.

China tidak tinggal diam dengan membalas pengenaan tarif 84% atas semua produk AS dan menyatakan siap melawan hingga titik akhir.

Tekanan terhadap yuan meningkat setelah People’s Bank of China (PBOC) kembali menurunkan kurs referensinya untuk keenam kalinya secara beruntun, meskipun dengan ritme yang hati-hati.

Langkah ini memberi sinyal kuat bahwa otoritas moneter sengaja melemahkan yuan secara terukur demi mendukung ekspor tanpa menimbulkan gejolak pasar. Sebagai catatan, yuan onshore hanya diizinkan bergerak 2% dari kurs acuan harian.

Kepala strategi valas dan suku bunga China BNP Paribas SA Ju Wang mengatakan strategi pelemahan nilai tukar yuan secara bertahap ini masuk akal bagi China.

“Dengan begitu, yuan bisa tetap melemah terhadap indeks mitra dagang tanpa menciptakan guncangan besar di pasar,” jelas Wang.

Fokus China kini tampaknya bergeser menjadi penguatan hubungan dagang dengan negara-negara selain AS.

Kepala strategi valas Asia di Mizuho Bank Ltd Ken Cheung mengatakan PBOC sengaja mempertahankan kurs dolar-yuan demi meredam kepanikan pasar, namun melemahkan indeks yuan terhadap mitra dagang lain untuk menjaga daya saing ekspor China di luar AS.

“Tarif tinggi dari AS tampaknya sudah membuat perdagangan China-AS terhenti secara signifikan, dan Beijing kini fokus menurunkan nilai yuan terhadap mitra non-AS,” jelasnya.

Meski tekanan meningkat, pemerintah China sejauh ini menahan diri dari langkah devaluasi besar-besaran yang dikhawatirkan banyak pihak. Langkah ekstrem semacam itu bisa merusak kepercayaan terhadap aset China dan memperburuk hubungan dengan Washington, yang selama ini sudah menuding Beijing memanipulasi mata uangnya untuk melawan tarif.

Analis DBS Bank Wei Liang mengatakan depresiasi yuan besar-besaran akan mengguncang pasar dan merusak relasi dagang dengan negara lainnya.

“Dalam sistem perdagangan global yang makin terfragmentasi, China perlu menjaga niat baik dengan para mitra dagangnya,” ungkap Liang.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper