Bisnis.com, JAKARTA – Mata uang rupiah parkir di level Rp16.891 per dolar AS pada akhir perdagangan Selasa (8/4/2025). Rupiah menjadi mata uang yang merosot paling dalam secara year-to-date (YtD) dibandingkan dengan mata uang negara-negara Asia lainnya.
Mengutip data Bloomberg, rupiah ditutup melemah 69,5 poin atau 0,41% ke Rp16.891 per dolar AS. Di level tersebut, rupiah sudah melemah 4,49% sepanjang tahun berjalan 2025.
Secara YtD, rupiah menjadi mata uang Asia yang merosot paling dalam di hadapan dolar AS.
Bloomberg mencatat rupiah merosot bersama baht Thailand yang turun 1,34% YtD. Sementara itu, penurunan tipis dialami oleh rupee India sebesar 0,66%, yuan China -0,52%, ringgit Malaysia turun 0,38%, dan dolar Taiwan turun 0,67% sepanjang tahun berjalan 2025.
Berbanding terbalik, nilai tukar dolar Singapura menguat 1,06%, peso Filipina naik 1,16%, dan yen Jepang melejit 6,65% terhadap dolar AS sepanjang tahun berjalan 2025.
FX Strategist Oversea-Chinese Banking Corp. Christopher Wong berharap pengambil kebijakan menyesuaikan dengan kondisi yang sedang terjadi.
“Nilai tukar rupiah dapat melemah ke level Rp17.000 per dolar AS apabila sentimen dan relasi dagang gagal membaik,” tuturnya seperti dilansir Bloomberg.
Terpisah, Morgan Stanley menyarankan investor untuk memasang peringkat bearish terhadap mata uang negara-negara emerging market. Di sisi lain, dia merekomendasikan untuk menambah eksposur pada surat utang jangka panjang dan interest-rate swaps dengan ekspektasi sikap dovish dari bank sentral negara-negara berkembang.
“Kami tidak yakin pasar valuta asing telah memperhitungkan resesi global,” ujar Strategist Morgan Stanley James Lord dalam catatan pada Senin (7/4/2025).
Dalam Sarasehan Ekonomi dengan Presiden Prabowo Subianto, Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan ada kekhawatiran rupiah akan melampaui level Rp17.000 per dolar AS.
“Sebenarnya ini masih dalam batas-batas yang normal sehingga itu juga bisa menjadi bagian daripada penyerapan tarif yang diterapkan oleh pemerintah AS,” kata Luhut.
Selanjutnya, Lahut menyampaikan depresiasi rupiah dan pasar saham di Indonesia sudah diramalkan dan diperkirakan DEN.
“Namun, seperti yang kami laporkan kepada bapak presiden kemarin, masih sejalan dengan yang terjadi di negara-negara lain. Karena itu tidak perlu ada yang panik, menyikapi secara berlebihan. Ini biasa dalam dinamika kehidupan.”