Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investor Ancang-Ancang Pasar Saham China Jeblok pada 'Senin Kelabu'

Indeks saham China anjlok 8,9% pada perdagangan akhir pekan lalu, menjadi penurunan terbesar sejak Oktober 2022. Tarif Trump dinilai akan memperparah situasi.
Bendera China. / Bloomberg-Paul Yeung
Bendera China. / Bloomberg-Paul Yeung

Bisnis.com, JAKARTA — Investor China bersiap untuk menghadapi perdagangan saham yang suram pada Senin (7/4/2025) setelah kembali dari masa libur akhir pekan. Balasan China atas kebijakan tarif impor Amerika Serikat diproyeksikan membuat pasar terguncang.

Dilansir dari Bloomberg, indeks saham China yang terdaftar di AS telah anjlok 8,9% pada perdagangan akhir pekan lalu, Jumat (4/4/2025). Penurunan tersebut menjadi yang terbesar sejak Oktober 2022.

Penurunan yang sama besarnya terjadi pada saham lokal yang dapat membuat beberapa indeks saham China, seperti Hang Seng China Enterprises Index mengalami koreksi teknis, dan dalam beberapa kasus mendekati kondisi pasar yang melemah. Kondisi tersebut akan mengakhiri pemulihan yang baru menggeliat.

Jebloknya saham China terjadi di tengah gejolak pasar global setelah Beijing mengumumkan tarif 34% untuk semua impor dari AS. Kebijakan Beijing merupakan balasan seiring telah bergulirnya kebijakan tarif impor AS.

Sebagaimana diketahui, tarif impor AS telah resmi diumumkan oleh Presiden Donald Trump pada Rabu (2/4/2025) waktu setempat. Seluruh negara diganjar tarif impor 10%, sedangkan beberapa negara turut dikenakan tarif resiprokal (reciprocal tariffs) lebih tinggi berdasarkan hambatan perdagangan dengan AS.

Seiring dengan kebijakan tarif impor AS, sejumlah negara kemudian ambil sikap. Adapun, respons China kontras dengan upaya negara-negara Asia lainnya untuk mengakomodasi tuntutan Trump, alih-alih mengambil tindakan balasan. 

Vietnam, Kamboja, dan Indonesia misalnya terbuka untuk negosiasi. Sementara Singapura tidak berencana untuk membalas. India sedang berupaya mencapai kemungkinan kesepakatan perdagangan bilateral untuk meredam pukulan kebijakan Trump.

Sementara, respons balasan China dikeluarkan selama hari libur perdagangan saham China dan Hong Kong. Perdagangan saham akan dimulai kembali pada Senin (7/4/2025).

Dengan kondisi gejolak kekhawatiran perang dagang di libur akhir pekan ini, pasar saham China pada awal pekan depan kemudian diproyeksikan suram. 

"Balasan China telah menyebabkan meningkatnya ketakutan akan resesi dan pukulan besar terhadap profit. Ini membawa kita lebih jauh ke dalam perang dagang," tulis chief economist at AMP Ltd Shane Oliver dilansir dari Bloomberg pada Senin (7/4/2025).

Aksi jual besar-besaran pada saham China yang terdaftar di AS akan mencerminkan kekhawatiran adanya tanggapan balasan lebih lanjut antara dua negara penguasa ekonomi teratas dunia tersebut.

"Awalnya akan buruk pada hari Senin, yang sebenarnya akan menjadi peluang pembelian bagi saya," kata fund manager di Aberdeen Investments Xin-Yao Ng.

Beberapa perkiraan menunjukkan perang tarif dapat menurunkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) China hingga 2 poin. "Akan tetapi pemerintah China akan meniadakan rasa sakit itu dengan stimulus dan kesepakatan perdagangan dengan negara-negara non-AS pada waktunya," kata Xin-Yao Ng.

Sepanjang 2025 berjalan, saham China telah menunjukkan ketahanan meskipun ketegangan perdagangan meningkat. Indeks MSCI China misalnya telah naik 13% sepanjang tahun berjalan (year to date/YtD), dibandingkan dengan penurunan hampir 14% (YtD) pada Indeks S&P 500. 

Kondisi ketahanan saham China didorong oleh optimisme tentang kemajuan negara itu dalam kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan taruhan bahwa tekanan eksternal akan mendorong para pembuat kebijakan untuk meningkatkan dukungan ekonomi.  

Yuan China juga akan menjadi fokus karena analis telah lama mengatakan Beijing kemungkinan melemahkan mata uangnya dalam upayanya meningkatkan ekspor dan mengurangi dampak tarif AS yang lebih tinggi. Yuan pun merosot ke level terlemah sejak Februari 2025 dalam perdagangan dalam negeri menyusul pengumuman tarif Trump.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper