Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang rupiah dibuka melemah ke posisi Rp16.302 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Senin (10/3/2025).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka turun 0,05% atau 7,5 poin ke posisi Rp16.302 per dolar AS pada perdagangan hari ini. Pada saat yang sama, indeks dolar terlihat melemah 0,08% ke posisi 103,727.
Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak variatif terhadap dolar AS. Yen Jepang menguat 0,46%, won Korea menguat 0,02%, rupee India menguat 0,27%, dan dolar Singapura menguat 0,05%.
Sementara itu, mata uang lainnya yakni dolar Taiwan melemah sebesar 0,12%, dolar Hong Kong melemah 0,01%, yuan China melemah 0,10%, peso Filipina melemah 0,29%, ringgit Malaysia melemah 0,11%, dan baht Thailand stagnan.
Pengamat Forex Ibrahim Assuaibi memprediksi bahwa mata uang rupiah pada hari ini, Senin (10/3/2025) akan bergerak fluktuatif tetapi berpotensi ditutup melemah di rentang Rp16.280-Rp16.340 per dolar AS.
Dia mengatakan bahwa pada perdagangan pekan lalu, Jumat (7/3/2025) mata uang rupiah ditutup menguat 44 poin ke level Rp16.299 setelah sebelumnya melemah 20 poin ke level Rp16.339 per dolar AS.
Ibrahim mengatakan bahwa dolar terpukul oleh meningkatnya kekhawatiran akan perlambatan ekonomi AS, dengan ketidakpastian muncul karena dampak kebijakan Donald Trump, setelah Presiden AS itu membuat konsesi untuk Kanada dan Meksiko dari tarif 25% yang baru-baru ini dikenakan.
Presiden Federal Reserve Atlanta Raphael Bostic mengatakan bahwa kebijakan Trump mengaburkan prospek ekonomi AS, dan juga memperingatkan bahwa tarifnya dapat mendorong inflasi. Dia menjelaskan bahwa The Fed secara luas diperkirakan akan mempertahankan suku bunga karena mencari kejelasan lebih lanjut tentang ekonomi.
Sementara itu, dia mengatakan untuk ekspor China tumbuh jauh lebih lambat dari yang diharapkan pada periode Januari-Februari, dan impor tiba-tiba anjlok, tetapi neraca perdagangan China tumbuh lebih dari yang diharapkan. Namun, ekspor yang lemah mencerminkan beberapa hambatan dari tarif perdagangan Trump, yang berlaku sejak awal Februari.
Dia menjelaskan bahwa Trump menaikkan tarifnya ke China menjadi 20% pada pekan lalu. Beijing telah membalas dengan serangkaian tindakan, yang kemungkinan juga menjadi faktor yang menyebabkan angka impor menjadi lebih lemah. Namun, surplus perdagangan China tetap kuat.
Sementara itu, dari dalam negeri, Ibrahim mengatakan bahwa pasar merespons positif setelah pemerintah memastikan harga pangan pokok tetap stabil pada Ramadan 2025, meski ancaman cuaca ekstrem menjadi bayang-bayang yang mampu mengganggu pasokan yang mempengaruhi hasil panen sejumlah komoditas.
Selain itu, menurutnya, pemerintah bersama pelaku usaha terus berusaha menjaga harga pangan di tingkat konsumen tetap sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) dan harga acuan penjualan (HAP), hal ini penting agar inflasi pangan tetap positif.