Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Bisnis-27 ditutup melemah seiring dengan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Jumat (28/2/2025). Di tengah pelemahan indeks, saham MIKA, ICBP, dan AMRT masih tetap melaju.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks hasil kerja sama Bursa dengan harian Bisnis Indonesia ini ditutup turun 3,65% atau 16,90 poin ke level 446,13. Tercatat, hanya 3 saham menguat dan 24 saham terkoreksi.
Saham yang naik adalah PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk. (MIKA) sebesar 1,29% ke Rp2.350, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP) meningkat 0,48% ke Rp10.450, dan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT) terapresiasi 0,46% menjadi Rp2.200.
Adapun saham yang turun dipimpin PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. (INKP) sebesar 15,70% ke Rp4.700, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) melemah 7,44% menjadi Rp4.660, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) terkoreksi 7,14% ke Rp4.030.
Sementara itu, IHSG ditutup melemah sebesar 3,31% atau 214,85 poin menuju level 6.270,60 hingga akhir perdagangan. Hari ini, IHSG dibuka pada level 6.485,45.
Tercatat, sebanyak 105 saham menguat, 576 saham menurun, dan 274 saham stagnan. Sementara itu, kapitalisasi pasar alias market cap mencapai Rp10.880 triliun.
Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan mengatakan bahwa indeks komposit membentuk new low pada 2025. Tekanan jual masih agresif sampai dengan perdagangan sesi pertama, khususnya emiten di sektor perbankan.
“Secara teknikal masih terjadi pelebaran negative slope pada MACD, sehingga IHSG masih rawan lanjutkan pelemahan di sesi kedua perdagangan hari ini,” ujarnya.
Sebelumnya, Valdy menyatakan IHSG rawan melanjutkan tren pelemahan setelah menembus support kritis di level 6.500. Pola candlestick black marubozu yang terbentuk mengonfirmasi potensi bearish continuation.
"Dari sektor perbankan, tekanan likuiditas menjadi perhatian utama. Sejumlah bank mencatatkan loan to deposit ratio [LDR] yang lebih tinggi dari batas aman Bank Indonesia, menandakan pengetatan likuiditas di industri keuangan," tutur Valdy.
Menurutnya, meskipun pertumbuhan kredit masih tercatat dua digit sebesar 10,27% pada Januari, suku bunga yang tinggi terus menekan margin bunga bersih perbankan.
Sentimen negatif semakin diperburuk oleh isu Badan Pengelola Investasi Danantara, yang memicu aksi jual berkelanjutan pada saham-saham perbankan.
Di tengah tekanan tersebut, pasar menaruh harapan pada rencana buyback yang akan dilakukan oleh sejumlah emiten serta pengumuman dividen final tahun buku 2024, yang diharapkan dapat meredam tekanan jual.
Di sisi lain, faktor eksternal juga turut membebani pasar. Kebijakan tarif yang dikonfirmasi oleh Donald Trump serta data ketenagakerjaan AS yang melemah meningkatkan kekhawatiran terhadap prospek ekonomi global. Kondisi ini memperburuk sentimen pelaku pasar, yang masih menghadapi ketidakpastian.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.