Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pilah-pilih Saham Konsumer Semester II, Non-Cyclical Makin Cuan

Saham konsumer non-siklikal mengungguli siklikal di 2025, meski belum menyaingi IHSG. Daya beli lemah, namun gaji ke-13 dan subsidi upah bisa jadi katalis positif.
Pembeli memilih produk di salah satu gerai minimarket Alfamart, Bogor. Bisnis/Abdurachman
Pembeli memilih produk di salah satu gerai minimarket Alfamart, Bogor. Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja saham-saham sektor konsumer nonsiklikal terpantau outperform dari saham konsumer siklikal sejak awal tahun. Namun, performa saham-saham emiten konsumer ini belum mampu menyaingi IHSG di teritori positif.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks Consumer Non-Cyclicals mencatat penurunan 2,25% sejak awal tahun per 1 Agustus 2025. Sedangkan indeks Consumer Cyclicals anjlok 11,83%.

Namun, kedua indeks saham konsumer ini terpantau belum mampu menyamai langkah IHSG yang sudah menguat 6,47% menjadi 7.537,76 sejak awal tahun.

Di tengah dinamika kinerja laba emiten konsumer pada semester I/2025, harga saham deretan emiten peritel mencatatkan kinerja lesu. Harga saham ACES misalnya telah di zona merah, melemah 40,25% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd).

Kemudian, harga saham AMRT lesu 18,6% ytd, MAPI turun 14,54% ytd, dan RANC turun 11,49% ytd.

Adapun, sejumlah saham emiten peritel lainnya masih di zona hijau. Harga saham LPPF naik 15,3% ytd, RALS 7,07% ytd, dan ERAA naik 10,89% ytd.

Research Analyst MNC Sekuritas Catherine Florencia M. menilai kinerja keuangan sejumlah emiten peritel dipengaruhi oleh kondisi daya beli masyarakat yang lemah pada paruh pertama 2025.

Indeks kepercayaan konsumen masih melemah pada semester I/2025 didorong oleh persepsi yang lebih lemah terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi masa depan.

Di sisi lain, menurutnya memasuki paruh kedua 2025, emiten peritel mendapatkan suntikan tenaga dari sejumlah sentimen. 

"Katalis utama seperti gaji ke-13 untuk pegawai negeri sipil, subsidi upah [BSU], dan libur sekolah dapat meningkatkan permintaan," kata Catherine dalam risetnya pada beberapa waktu lalu. 

Meski begitu, emiten peritel masih menghadapi tantangan, di mana pemulihan sektoral agregat pada paruh kedua 2025 masih dibayangi oleh masalah struktural termasuk PHK massal, daya beli yang lemah, risiko tarif impor, dan penerapan pajak untuk penjualan e-commerce. 

"Selain itu, meningkatnya ketegangan global dan tarif impor yang membayangi pada barang-barang konsumen [termasuk sandal jepit, pakaian] yang dapat semakin menekan margin," tulis Catherine dalam risetnya.

Sebelumnya, Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Abdul Azis Setyo W. menilai saham peritel seperti ACES masih akan menghadapi tantangan global dan domestik yang berkelanjutan, terutama lemahnya keyakinan konsumen.

Tantangan lainnya adalah melemahnya daya beli konsumen, persaingan pasar yang ketat, dan peningkatan biaya operasional. 

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Dwi Nicken Tari
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro