BisnisIndonesia.id, JAKARTA — Di era suku bunga tinggi dan tekanan rupiah, saham BBRI masih meraup keuntungan dari kinerja kredit yang signifikan.
Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) menghentikan sementara langkah pemangkasan suku bunga acuan di tengah gelombang tekanan bagi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
BI yang memulai siklus pelonggaran moneter dengan menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin ke 6% masih mempertahankannya hingga sinyal eksternal, seperti kebijakan Presiden AS Donald Trump dan efek rambatannya terhadap kinerja mata uang garuda terhadap greenback terlihat jelas.
Selain cuan BBRI, terdapat informasi komprehensif lainnya yang juga menjadi pilihan redaksi BisnisIndonesia.id pada Selasa (14/1/2025). Di antaranya adalah:
1. Lepas Bisnis Margarin hingga Es Krim, Strategi Unilever (UNVR) Perbaiki Kinerja
PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) akan melakukan rapat umum pemegang saham luar biasa/RUPSLB siang ini, Selasa (14/1/2025). Salah satu yang dibahas adalah meminta persetujuan divestasi bisnis es krim.
Ada tiga agenda RUPSLB UNVR. Semuanya adalah perubahan susunan redaksi, usulan perubahan remunerasi untuk anggota dewan direksi perseroan, dan pembahasan soal penjualan bisnis es krim.
“Usulan pengangkatan Bapak Alejandro Meinardo Santos Concha, Ibu Vandana Suri, dan Bapak Neeraj Lal masing-masing sebagai direktur perseroan yang baru,” ujar Corporate Secretary Unilever Indonesia Padwestiana Kristanti dalam keterbukaan informasi, dikutip Senin (13/1/2025).
2. Peluang Cuan Saham BBRI di Era Likuiditas Ketat
Target pertumbuhan kredit industri perbankan sebesar 11% hingga 13% secara tahunan pada 2025, pertumbuhan kredit perbankan diprediksi mencapai 9,9% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada 2025.
Cuan dari kemampuan bank besar merealisasikan kredit jumbo akibat porsi kredit dengan bunga tetap. Menurut keduanya, bank dengan porsi bunga tetap yang tinggi akan menikmati manfaat yang berlimpah. Pada kondisi tersebut, tercatat BBRI memiliki porsi paling tebal bila mengacu pada kinerja selama 9 bulan pertama 2024, yakni 60%.
Kemudian, diikuti oleh PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) dengan porsi 59%, dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA). Sebaliknya, bank dengan porsi kredit bunga mengambang atau floating tertinggi, yakni PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) dengan 43%, BRIS dengan 1%, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) sebesar 28%.
3. Meramu Strategi Capai ICOR Level 4
Indeks efisiensi investasi Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia yang masih tinggi di level 6,5 mencerminkan investasi kurang efisien. Berbagai strategi telah disiapkan untuk memastikan setiap belanja modal berdampak untuk pertumbuhan ekonomi.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah terus berusaha menurunkan ICOR dari level 6,5 menjadi 4 dalam rangka membuat investasi yang masuk ke Indonesia semakin efisien.
Namun, untuk menurunkan level ICOR ke level 4, tidak dapat terjadi dalam satu tahun dan butuh waktu lebih lama.
4. Adu Adaptasi Emiten Komponen Otomotif TP Rachmat (DRMA) & Grup Astra (AUTO)
Di tengah kekhawatiran akan penurunan penjualan otomotif tahun ini, emiten komponen menyiapkan strategi untuk tetap bertahan dan memanfaatkan peluang.
Pelemahan penjualan otomotif juga telah terjadi sejak tahun lalu, yang tercermin dalam data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), sepanjang Januari - November 2024, total penjualan mobil secara wholesales tercatat sebesar 784.788 unit atau turun 14,7% secara tahunan (year on year/yoy) dari periode sama 2023 sebesar 920.518 unit.
Penjualan ritel turun 11,2% YoY menjadi 806.721 unit pada periode 11 bulan 2024, dibandingkan 908.473 unit pada periode yang sama 2023. Belum lagi, bisnis otomotif juga ditantang dengan kenaikan tarif PPN 12% hingga opsen pajak daerah.
5. Menghitung Potensi Cuan BTN (BBTN) dari Program 3 Juta Rumah
Dimulainya Program 3 Juta Rumah membawa potensi cuan bagi PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) atau BTN sebagai bank BUMN yang menguasai segmen kredit pemilikan rumah (KPR).
Analis BRI Danareksa Sekuritas Victor Stefano dan Naura Reyhan Muchlis dalam hasil risetnya mengatakan bahwa terdapat potensi kenaikan margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) dari penerapan Program 3 Juta Rumah. Lebih lanjut, potensi NIM lebih tinggi bakal berasal dari perubahan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Skema yang diajukan BTN, yakni yield pinjaman yang lebih tinggi, yakni 7% hingga 8% dari semula dibatasi pada 5%. Perubahan in akan mengubah struktur yield dengan 7%, 7,5% dan kemungkinan 8% sejalan dengan kenaikan tenor menjadi 30 tahun dari sebelumnya 20 tahun untuk menjaga keterjangkauan. Skema ini mengalihkan beban pendanaan lebih adil antara bank dengan pemerintah dari semula 75:25 menjadi 50:50.