Bisnis.com, JAKARTA — Indeks harga saham gabungan (IHSG) terperosok ke bawah level 7.000 ditekan oleh koreksi saham big caps, seperti BBRI, BREN, BMRI, hingga AMMN.
Berdasarkan data bursa efek indonesia, IHSG turun 35 poin atau 0,5% ke posisi 6.981,48 pada akhir sesi I perdagangan hari ini, Selasa (14/1/2025). Sepanjang perdagangan, IHSG bergerak di rentang 6.969 hingga 7.042.
Lebih terperinci, pelemahan IHSG ditekan oleh koreksi harga saham-saham emiten berkapitalisasi pasar jumbo. Saham emiten dengan market cap terbesar di BEI, PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) merosot 275 poin atau 2,74% ke level Rp9.750 per saham.
Selain itu, saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) turun 0,52% ke level Rp3.830, saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) terkoreksi 0,78% ke level Rp9.600, saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) turun 2,26% ke level Rp5.400 per saham.
Lebih lanjut, saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) turun 1,9% ke level Rp4.130, saham PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) terkoreksi 2,485 ke posisi Rp985, dan saham PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN) merosot 2,06% ke level Rp8.325.
Berbanding terbalik, saham PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) naik 3,26% ke level Rp37.275, saham PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO) menguat 1,28% ke level Rp2.380, saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) terapresiasi 1,27% ke level Rp80, dan saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) menguat 2,03% ke level Rp1.510 per saham.
Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan mengatakan bahwa dampak dari data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) yang menguat telah memicu capital outflow dari pasar modal Indonesia dalam jangka pendek.
“IHSG rawan melanjutkan pelemahan ke kisaran level psikologis 7.000 pada perdagangan hari ini,” ujar Valdy dalam publikasi riset harian, Selasa (14/1/2025).
Dia menuturkan nilai tukar rupiah tercatat melemah 0,56% menuju level Rp16.270 per dolar AS pada Senin (13/1/2025). Sementara itu, indeks dolar AS alias DXY mencatatkan penguatan sebesar 0,21% menuju 109,86.
Menurut Valdy, pasar kini menanti rilis data inflasi produsen AS per Desember 2024 yang diperkirakan naik ke 3,2% year on year (YoY) dari level 3% pada November lalu.
“Kondisi tersebut diyakini semakin memperkuat kebijakan less-aggressive oleh Bank Sentral, AS The Fed,” pungkasnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.