Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak melonjak hampir 3% ke level tertinggi dalam tiga bulan pada akhir perdagangan Jumat (10/1/2025), karena para pedagang bersiap menghadapi gangguan pasokan dari paket sanksi Amerika Serikat yang menargetkan pendapatan minyak dan gas Rusia.
Dilansir dari Reuters, Pemerintahan Presiden Joe Biden memberlakukan sanksi baru yang menargetkan produsen minyak, tanker, perantara, pedagang, dan pelabuhan Rusia, yang bertujuan menyerang setiap tahap rantai produksi dan distribusi minyak Moskow.
Harga minyak mentah Brent ditutup pada US$79,76 per barel, naik US$2,84, atau 3,7%, setelah sempat melewati US$80 per barel untuk pertama kalinya sejak 7 Oktober 2024.
Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate AS atau WTI naik US$2,65, atau 3,6%, ditutup pada US$76,57 per barel, juga tertinggi dalam tiga bulan.
Pada sesi tertingginya, kedua kontrak sempat naik lebih dari 4% setelah pedagang di Eropa dan Asia mengedarkan dokumen tidak resmi yang merinci sanksi tersebut.
Sumber dalam perdagangan minyak Rusia dan penyulingan India mengatakan kepada Reuters bahwa sanksi tersebut akan sangat mengganggu ekspor minyak Rusia ke pembeli utamanya, India dan China.
Baca Juga
"India dan China [sedang] berjuang keras saat ini untuk menemukan alternatif," kata Anas Alhajji, mitra pengelola di Energy Outlook Advisors, dikutip pada Sabtu (11/1/2025).
Selain itu, Analis UBS Giovanni Staunovo juga berkomentar bahwa sanksi tersebut akan memangkas volume ekspor minyak Rusia dan membuat harganya lebih mahal.
Staunovo menilai, waktu penerapannya, hanya beberapa hari sebelum pelantikan Presiden terpilih Donald Trump, membuat kemungkinan Trump akan mempertahankan sanksi tersebut dan menggunakannya sebagai alat negosiasi untuk perjanjian damai Ukraina.
Alex Hodes, analis di perusahaan pialang StoneX menambahkan, selain terkait sanksi, harga minyak juga menguat karena cuaca dingin ekstrem di AS dan Eropa telah meningkatkan permintaan minyak pemanas.
"Kami memiliki beberapa pelanggan di Pelabuhan New York yang telah melihat peningkatan permintaan minyak pemanas. Kami juga telah melihat permintaan bahan bakar pemanas lainnya," tambahnya.
Minyak diesel berkadar sulfur sangat rendah AS, yang sebelumnya disebut kontrak minyak pemanas, naik 5,1% menjadi US$105,07 per barel, tertinggi sejak Juli 2024.
"Kami mengantisipasi adanya peningkatan permintaan minyak global yang signifikan dari tahun ke tahun sebesar 1,6 juta barel per hari pada kuartal pertama 2025, terutama didorong oleh permintaan untuk minyak pemanas, minyak tanah, dan LPG," kata analis JPMorgan dalam sebuah catatan pada Jumat (10/1/2025).