Bisnis.com, JAKARTA – Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan bahwa integrasi antara PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) dengan Pelita Air sudah seharusnya terjadi.
Dia menyampaikan bahwa konsolidasi tersebut merupakan langkah strategis. Hal itu bertujuan untuk mengintegrasikan layanan kedua maskapai sesuai dengan segmen pasar yang akan mereka layani.
“Garuda Indonesia kan memang akan menjadi premium, Pelita Air premium ekonomi, dan tentu ada low cost,” ujar Erick Thohir di Jakarta, Kamis (9/1/2025).
Erick, yang juga menjabat Ketua Umum PSSI, menilai langkah integrasi perlu dilakukan mengingat jumlah pesawat yang dimiliki Indonesia masih terbatas.
Berdasarkan catatan Kementerian BUMN, Indonesia seharusnya memiliki 700 pesawat. Namun setelah pandemi Covid-19 menerpa, negara hanya memiliki 390 pesawat. Artinya, Indonesia saat ini kekurangan 310 pesawat dari yang diwajibkan.
“Memang integrasi ini [Garuda dengan Pelita Air] harus terjadi dan memang jumlah pesawat kita kan tidak cukup,” pungkasnya.
Baca Juga
Dalam pemberitaan Bisnis.com sebelumnya, Direktur Utama Garuda Indonesia Wamildan Tsani menjelaskan bahwa rencana merger antara perseroan dan Pelita Air masih dalam tahap diskusi awal dengan pihak terkait utamanya Kementerian BUMN.
GIAA saat ini tengah dalam proses penyusunan kajian awal merger. Kajian itu di antaranya terkait dengan upaya mengoptimalkan berbagai peluang sinergi bisnis guna memperkuat ekosistem bisnis industri transportasi udara di Indonesia.
“Perseroan memandang positif dan akan mendukung penuh rencana merger tersebut, yang tentunya akan dilandasi dengan kajian yang komprehensif dan prudent terhadap outlook bisnis dan kinerja perseroan,” ujarnya melalui keterbukaan informasi.
Kementerian BUMN sejatinya telah merancang merger GIAA ke Injurney atau perusahaan holding PT Aviasi Pariwisata Indonesia sejak 2023. Namun, sampai dengan saat ini, aksi korporasi tersebut belum juga terwujud.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.