Bisnis.com, JAKARTA — PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) memberikan penjelasan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) atas rencana merger dengan maskapai Pelita Air. Adapun, saat ini merger tersebut masih dalam tahap kajian.
Berdasarkan keterbukaan informasi, Manajemen GIAA menjelaskan bahwa rencana merger antara perseroan dan Pelita Air saat ini masih dalam tahap diskusi awal dengan pihak-pihak terkait utamanya Kementerian BUMN selaku pemegang saham. GIAA juga saat ini tengah dalam proses penyusunan kajian awal merger.
Kajian itu di antaranya terkait dengan upaya mengoptimalkan berbagai peluang sinergi bisnis guna memperkuat ekosistem bisnis industri transportasi udara di Indonesia.
"Perseroan memandang positif dan akan mendukung penuh rencana merger tersebut, yang tentunya akan dilandasi dengan kajian yang komprehensif dan prudent terhadap outlook bisnis dan kinerja perseroan," tulis Manajemen GIAA di keterbukaan informasi pada Kamis (9/1/2025).
Sebelumnya, Kementerian BUMN merancang merger GIAA ke Injurney atau perusahaan holding PT Aviasi Pariwisata Indonesia. Rencana merger itu telah muncul sejak 2023. Namun, aksi korporasi itu tak kunjung terealisasi.
Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan bahwa rencana merger antara InJourney dan Garuda Indonesia masih dalam tahap kajian.
"Ya, semua perlu kajian, maunya sih [tahun] kemarin. Saya menutup beberapa perusahaan yang tidak sehat pun, maunya kemarin. Tetapi kan ada proses kajian, macam-macam yang harus kita lakukan," ujarnya.
Erick juga menjelaskan Kementerian BUMN kemudian menjajaki kemungkinan penggabungan antara tiga maskapai penerbangan pelat merah, yakni Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air milik Pertamina.
"Kemarin sepertinya ada pemikiran yang berbeda bahwa ekosistem penerbangan yang dilakukan penggabungan. Sekarang kita lagi menjajaki apakah Pelita, Citilink, dan Garuda menjadi sebuah payung. Nah ini yang kita lagi diskusikan," katanya.