Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menghitung Cuan Reksa Dana Saat IHSG Meloyo

Baik reksa dana dengan aset dasar saham maupun oblgiasi mencatatkan imbal hasil negatif di sepanjang pekan lalu, yang tercermin lewat koreksi indeks reksa dana.
Pegawai mengamati pergerakan harga saham di Profindo Sekuritas, Jakarta. Kinerja reksa dana turut melemah seiring dengan pergerakan bearish IHSG. Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai mengamati pergerakan harga saham di Profindo Sekuritas, Jakarta. Kinerja reksa dana turut melemah seiring dengan pergerakan bearish IHSG. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Performa reksa dana ikut tergerus pelemahan pasar modal dalam sepekan terakhir. Baik reksa dana dengan aset dasar saham dan obligasi memberikan return negatif.

Berdasarkan data Infovesta periode 8 - 15 November 2024, indeks reksa dana saham anjlok paling dalam 1,88% menjadi 5.813. Pada saat bersamaan IHSG yang menjadi indeks acuannya mengalami penurunan 1,73% menjadi 7.161.

Selanjutnya, indeks reksa dana campuran melemah 1,03%. Sementara itu, indeks reksa dana pendapatan tetap mencatatkan pelemahan 0,28%.

Hanya indeks reksa dana pasar uang yang bertahan di zona hijau dengan penguatan stabil 0,09%.

Tim Riset Infovesta menjelaskan pergerakan pasar saham dalam sepekan terakhir bergerak bearish dipicu pelemahan indeks sektoral dan saham berkapitalisasi besar (big caps).

"Kemudian, investor asing melakukan aksi jual bersih sebanyak Rp4,64 triliun dalam sepekan," tulis Tim Riset Infovesta dalam riset mingguan, Senin (18/11/2024).

Sepekan terakhir ini terpantau saham-saham top laggards di IHSG seperti TLKM (-7,64%), TPIA (-8,93%) dan DSSA (-9,71%).

Beberapa data makroekonomi yang menjadi sentimen di pasar pekan lalu termasuk surplus neraca dagang Indonesia yang menyempit menjadi US$2,47 miliar. Realisasi itu berada di bawah estimasi pasar sebesar
USD3,05 miliar.

Surplus perdagangan itu menjadi yang terkecil sejak Juni. Penyebab utamanya disebabkan lonjakan impor yang didorong oleh permintaan domestik yang kuat menjelang perayaan akhir tahun.

Sementara itu, sentimen global berasal dari data penjualan eceran di China yang meningkat sebesar 4,8% YoY (Year-on-Year) melampaui konsensus pasar sebesar 3,8% YoY. Sedangkan dari AS, data penjualan eceran juga meningkat 0,4% MoM (Month-on-Month) diatas perkiraan pasar sebesar 0,3% MoM.

Tak lebih baik, pasar obligasi dalam sepekan terakhir juga tak berdaya. Yield SBN (Surat Berharga Negara) bertenor 10 tahun dan yield Treasury AS tenor 10 tahun naik masing-masing ke level 6,96% dan 4,43%.

"Dalam sepekan kedepan, pada pasar saham, tekanan diprediksi mereda secara lebih terbatas, investor dapat melakukan aksi buy pada saham big-cap dengan valuasi undervalued," tulis Infovesta.

Sedangkan pada obligasi, saat ini dinilai menjadi waktu yang tepat untuk mengkoleksi seri SUN karena harga sedang murah. Walaupun demikian, investor disarankan untuk menerapkan strategi barbel dengan menyeimbangkan bobot antara porsi tenor jangka pendek dan jangka panjang.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Dwi Nicken Tari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper