Bisnis.com, JAKARTA - Mandiri Sekuritas optimistis imbal hasil investasi di pasar obligasi Indonesia (INDOGB) pada 2024-2025 akan positif ditopang oleh sentimen suku bunga The Fed hingga tren penguatan nilai tukar rupiah.
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto mengatakan optimisme tersebut dilandasi oleh tiga faktor.
Pertama, dia menjelaskan adanya kemungkinan yang lebih tinggi The Fed akan mulai memangkas suku bunga pada September 2024 dan diproyeksikan akan terus turun hingga tahun depan.
"Secara historis, penurunan suku bunga Fed Fund Rate akan dibarengi dengan penurunan US Treasury yield dan Dollar Index, sehingga akan terus mendorong aliran dana asing ke pasar obligasi," katanya, dalam keterangan tertulis pada Rabu (11/9/2024).
Kedua, menurutnya kejelasan lebih lanjut tentang pembiayaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk tahun ini dan prospek panduan fiskal 2025, di mana pemerintahan yang baru masih tetap mempertahankan prudent fiscal.
Ketiga, Handy mengungkap bahwa seiring dengan menguatnya mata uang rupiah terhadap USD, suku bunga SRBI juga menunjukkan tren yang menurun.
Baca Juga
"Dengan terus turunnya suku bunga SRBI, kami perkirakan permintaan obligasi berpotensi akan terus meningkat. Year-to-date, dukungan dari onshore investor ke pasar obligasi tetap kuat, terutama dari retail dan institusi non-bank," ujarnya.
Selain itu, menurutnya, aliran dana asing juga mulai masuk signifikan ke pasar obligasi sebulan terakhir, namun secara porsi kepemilikan asing terhadap total outstanding SBN relatif masih rendah.
Adapun secara valuasi, Handy memperkirakan imbal hasil obligasi SBN tenor 10 tahun akan berpotensi turun ke level 6,2% atau kisaran di 6,0-6,4%, dengan asumsi Federal Funds Rate (FFR) turun ke 4,75%.
Selain itu, dia memprediksi bahwa Bl akan memangkas suku bunga menjadi 5,75%, yield US Treasury 10 tahun berada di 3,8%, Credit Default Swap (CDS) 5 tahun Indonesia berada di 70, dan rupiah akan diperdagangkan pada Rp15.400 terhadap USD di akhir 2024.
Dia menjelaskan bahwa penurunan lebih lanjut pada US Treasury yield juga berpotensi memperkuat posisi valuasi obligasi Indonesia.
"Di tengah gejolak global yang signifikan pada tahun 2024 ini, mulai dari meningkatnya tensi geopolitik hingga masih tingginya tingkat suku bunga global pasar obligasi Indonesia terbukti resilien," tambahnya.
Menurut Handy, diversifikasi portofolio investasi menjadi sangat penting, dan obligasi hadir sebagai instrumen yang menarik karena memberikan cash flow kupon yang pasti dan stabil dengan tingkat imbal hasil yang masih kompetitif, serta nilai pokok investasinya yang terjamin kembali lagi pada saat jatuh tempo.
Sementara itu, dia menjelaskan beberapa catatan risiko yang mungkin terjadi di pasar obligasi Indonesia adalah ditundanya pemangkasan suku bunga the Fed, ketegangan geopolitik yang meningkat, dan pelebaran defisit anggaran yang signifikan atau di atas 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
_________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual obligasi. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.