Bisnis.com, JAKARTA — PT AKR Corporindo Tbk. (AKRA) membeberkan terdapat potensi pendapatan indikatif sebesar Rp18 triliun sampai dengan Rp20 triliun dari sisa 780 hektare lahan di kawasan industri Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE).
Head of Investor Relations AKRA Ignatius Teguh Prayoga mengatakan potensi pendapatan dari sisa lahan itu bisa dikonversi sebagai pendapatan saat seluruh lahan diakuisisi selama 7 tahun sampai dengan 8 tahun mendatang.
“Inventory tanah yang dijual ke industri memiliki potensi indikatif sekitar Rp18 triliun sampai dengan Rp20 triliun dalam revenue level di 7 tahun sampai dengan 8 tahun ke depan,” kata Ignatius saat public expose daring, Jumat (30/8/2024).
Ignatius mengatakan penjualan tanah di JIIPE saat ini telah menjadi tulang punggung bisnis baru bagi perseroan untuk meningkatkan pendapatan serta laba di masa panjang.
Apalagi, kata dia, magnet dari beroperasinya smelter katoda tembaga Manyar milik PT Freeport Indonesia (PTFI) belakangan ikut menarik tenant-tenant baru di industri hilirisasi mineral tersebut saat ini.
Saat ini, AKRA telah mencatat terdapat 17 tenant yang beroperasi di JIIPE dengan total investasi kumulatif sebesar US$4,6 miliar atau sekitar Rp71,5 triliun.
Baca Juga
“Pada tahun ini JIIPE masih menargetkan penjualan tanah sebesar 115 hektare (ha) sampai dengan 120 ha,” kata dia.
Adapun, target penjualan lahan di kawasan industri itu relatif tinggi seiring dengan peningkatan penjualan selama periode 2022 dan 2023. Saat itu, tanah yang berhasil dijual masing-masing sebesar 44,5 ha dan 91 ha.
“Saat ini KEK JIIPE menjadi tuan rumah untuk Freeport dan industri metal dan turunan lainnya yang juga dilengkapi dengan jaringan listrik dan gas kelas dunia,” kata dia.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan, AKRA mencatatkan total pendapatan sebesar Rp18,65 triliun sepanjang semester I/2024. Pendapatan ini turun 6,06% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar Rp19.85 triliun.
Pendapatan tersebut ditopang oleh pendapatan dari kontrak dengan pelanggan sebesar Rp18,51 triliun dan pendapatan sewa sebesar Rp136,43 miliar.
Sejalan dengan penurunan pendapatan, beban pokok penjualan AKRA juga ikut turun menjadi sebesar Rp17,06 triliun. Beban tersebut turun 5,42% yoy dibandingkan dengan semester I/2023 yang tercatat sebesar Rp18,04 triliun.
Alhasil laba kotor ikut tergerus menjadi Rp1,58 triliun dibandingkan dengan semester I/2023 yang tercatat sebesar Rp1,80 triliun.
Setelah diakumulasikan dengan pendapatan usaha dan beban usaha lainnya, AKRA mencatatkan laba bersih yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk sebesar Rp1 triliun. Laba ini turun tipis dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,03 triliun.
Adapun per Juni 2024, AKRA mencatatkan total liabilitas sebesar Rp14,28 triliun. Secara terperinci liabilitas jangka pendek AKRA tercatat sebesar Rp10,02 triliun sementara liabilitas jangka panjang adalah sebesar Rp4,25 triliun.
Kemudian total ekuitas AKRA adalah sebesar Rp14,21 triliun naik tipis dibandingkan dengan periode akhir 2023 yang tercatat sebesar Rp14,04 triliun. Adapun total aset tercatat sebesar Rp28,49 triliun.
_________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.