Bisnis.com, JAKARTA — Bertepatan dengan 47 tahun reaktivasi pasar modal Indonesia, sebanyak 935 korporasi di Tanah Air sudah menyandang status sebagai Perusahaan Tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penambahan jumlah emiten secara signifikan terjadi dalam 10 tahun terakhir atau bersamaan dengan era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sejak 1977, tanggal 10 Agustus diperingati sebagai Hari Ulang Tahun (HUT) Pasar Modal Indonesia. Perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto pada tanggal tersebut.
Saat itu, Bursa Efek Jakarta dijalankan di bawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong Tbk. (SMCB) sebagai emiten pertama.
Perjalanan panjang pasar modal Indonesia diwarnai oleh aksi penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham sederet perusahaan Tanah Air, baik perusahaan swasta, badan usaha milik negara (BUMN), anak BUMN, hingga entitas usaha milik konglomerat, perusahaan startup, dan UMKM.
Apabila ditarik ke belakang, perkembangan IPO bergerak dinamis dan signifikan dalam 10 tahun terakhir atau sejak 2014. Periode itu sekaligus bertepatan dengan satu dekade pemerintahan Presiden Jokowi.
Secara akumulasi sepanjang 2014 hingga 8 Agustus 2024, BEI kehadiran 484 emiten baru atau perusahaan yang telah menyelesaikan proses IPO dan mencatatkan sahamnya di papan perdagangan BEI.
Perkembangan Jumlah Emiten Baru
Tahun |
Jumlah Emiten Baru |
Total Dana IPO (Rp triliun) |
2014 |
24 |
9,02 |
2015 |
18 |
11,3 |
2016 |
16 |
12,67 |
2017 |
37 |
9,6 |
2018 |
57 |
15,7 |
2019 |
55 |
14,78 |
2020 |
51 |
5,58 |
2021 |
54 |
62,61 |
2022 |
59 |
33,03 |
2023 |
79 |
54,1 |
Januari-Juli 2024 |
34 |
5,15 |
Sumber: BEI, Pemberitaan, OJK, diolah.
Merujuk data BEI, listing emiten baru paling banyak terjadi pada 2023. Tahun lalu, 79 perusahaan merampungkan aksi go public dan listing di BEI. Rekor baru itu melampaui catatan terbanyak sebelumnya, yakni 57 emiten baru pada 2018 dan 59 perusahaan tercatat baru pada 2022.
Jumlah dana yang dihimpun oleh ratusan emiten baru dari pasar perdana saham juga terbilang fantastis. Apabila diakumulasi, 484 aksi IPO itu menggalang dana segar sebesar Rp233,54 triliun.
Menariknya, nilai tertinggi dana IPO dicatat pada 2021 atau tahun kedua pandemi Covid-19. Akumulasi nilai IPO pada tahun tersebut mencapai Rp62,61 triliun.
Capaian itu tak terlepas dari aksi IPO super jumbo PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) senilai Rp21,9 triliun.Nilai triliunan rupiah tersebut sekaligus menjadi IPO terbesar sepanjang sejarah BEI.
Pada tahun yang sama, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL) juga mengantongi dana Rp18,33 triliun lewat aksi go public atau mengukir rekor nilai IPO tertinggi kedua.
Di luar dua nama tersebut, lima perusahaan lainnya juga menghimpun dana IPO di atas Rp1 triliun pada 2021. Mereka ialah PT Avia Avian Tbk. (AVIA) Rp5,76 triliun, PT Cisarua Mountain Dairy Tbk. (CMRY) Rp3,66 triliun, PT Archi Indonesia Tbk. (ARCI) Rp2,79 triliun, PT Cemindo Gemilang Tbk. (CMNT) Rp1,16 triliun, dan PT FAP Agri Tbk. (FAPA) senilai Rp1 triliun.
Panasnya pasar IPO berlanjut pada 2022 dan 2023. Nilai IPO bernilai fantastis berikutnya diraih PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) senilai Rp13,5 triliun pada 11 April 2022 dan PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN) senilai Rp10,73 triliun pada 7 Juli 2023.
Daftar IPO Paling Jumbo di BEI
Emiten | Raihan Dana IPO | Tanggal Listing |
BUKA | Rp21,9 Triliun | 6 Agustus 2021 |
MTEL | Rp18,46 Triliun | 22 November 2021 |
GOTO | Rp13,5 Triliun | 11 April 2022 |
ADRO | Rp12,25 Triliun | 16 Juli 2008 |
AMMN | Rp10,73 Triliun | 7 Juli 2023 |
NCKL | Rp10 Triliun | 12 April 2023 |
PGEO | Rp9,06 Triliun | 24 Februari 2023 |
MBMA | Rp8,74 Triliun | 18 April 2023 |
BELI | Rp8 Triliun | 8 November 2022 |
ICBP | Rp6,29 Triliun | 7 Oktober 2010 |
Ironisnya, dari 34 emiten pendatang baru pada tahun ini justru belum ada korporasi yang menggalang dana lebih dari Rp1 triliun dari IPO. Alhasil, total nilai IPO sepanjang tahun ini terbilang mini, yakni sebesar Rp4,44 triliun.
Tiga emiten anyar yang menghimpun dana paling besar secara year-to-date (YtD) ialah PT Ancara Logistics Indonesia Tbk. (ALII) yang meraup dana Rp860,92 miliar, PT Ardi Kartiko Pratama Tbk. (NICE) Rp532,78 miliar, dan PT Terang Dunia Internusa Tbk. (UNTD) senilai Rp400 miliar.
Daftar Panjang Antrean IPO
Teranyar, BEI menyampaikan sebanyak 28 perusahaan masuk dalam daftar antrean IPO per 9 Agustus 2024.
"Dari 28 calon perusahaan tercatat tersebut, empat perusahaan memiliki aset skala besar, atau di atas Rp250 miliar," kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna, Jumat (9/8/2024).
Lebih lanjut, Nyoman mengatakan dari 28 calon perusahaan tercatat dalam pipeline pencatatan saham, perusahaan yang bergerak pada sektor consumer non-cyclicals menjadi sektor yang paling banyak berada dalam pipeline, yaitu berjumlah 5 calon perusahaan tercatat.
Sementara itu, 3 perusahaan dari sektor basic materials, 4 perusahaan dari sektor consumer cyclicals, 3 perusahaan sektor energy, dan 2 perusahaan finansial.
Lalu, 1 perusahaan healthcare, 4 perusahaan industrial, 2 perusahaan sektor infrastruktur, 3 perusahaan teknologi, dan 1 perusahaan transportasi dan logistik.
Sebanyak 4 perusahaan merupakan perusahaan dengan aset skala kecil, atau aset di bawah Rp50 miliar, 20 perusahaan dengan aset skala menengah atau aset antara Rp50 miliar sampai Rp250 miliar, dan 4 perusahaan merupakan perusahaan aset skala besar atau aset di atas Rp250 miliar.
Sementara itu, Anggota Dewan Komisioner OJK Pengawas Pasar Modal Inarno Djajadi mengatakan dalam pipeline penghimpunan dana sebanyak 84 perusahaan antre untuk mencatatkan penawaran perdana di pasar saham dengan estimasi total nilai yang dibidik Rp11,58 triliun.
"Penghimpunan dana di pasar modal masih dalam tren yang positif," kata Inarno dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK, Senin (5/8/2024).
Total penghimpunan dana di pasar modal sampai dengan 31 Juli 2024 telah mencapai Rp129,9 triliun. Jumlah itu termasuk IPO, rights issue, dan emisi surat utang korporasi.
Melansir data Deloitte, nilai raising fund IPO di Indonesia sampai akhir semester I/2024 turun dari periode yang sama pada 2023. Pada semester I/2023, Deloitte mencatat nilai penghimpunan dana IPO Indonesia mencapai US$2,28 miliar.
Sementara itu, sampai akhir semester I/2024 ini, nilai penggalangan dana IPO pasar modal Indonesia hanya mencapai US$248 juta. Nilai ini turun 89% secara tahunan.
Ukuran rata-rata IPO Indonesia pada semester I/2024 tercatat sebesar US$10 juta, dibandingkan dengan rata-rata sebesar US$50 juta pada paruh pertama 2023.
Begitu juga dengan jumlah perusahaan yang melakukan IPO pada semester I/2024 ini berkurang menjadi 25 perusahaan, dari sebelumnya 44 perusahaan pada semester I/2023 lalu.
Deloitte menjelaskan penurunan aktivitas IPO dan nilai raising fund ini disebabkan karena investor dan calon perusahaan tercatat cenderung melakukan sikap wait and see melihat pemilihan presiden pada Februari 2024 dan antisipasi kebijakan ekonomi baru.