Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perbaikan Kinerja Astra (ASII) Dibayangi Ekspansi BYD hingga Kenaikan Tarif PPnBM

Perbaikan kinerja Astra International (ASII) dibayangi langkah ekspansif BYD di pasar otomotif RI hingga rencana kenaikan tarif PPnBM untuk mobil hybrid.
Perbaikan kinerja Astra International (ASII) dibayangi langkah ekspansif BYD di pasar otomotif RI hingga rencana kenaikan tarif PPnBM untuk mobil hybrid.
Perbaikan kinerja Astra International (ASII) dibayangi langkah ekspansif BYD di pasar otomotif RI hingga rencana kenaikan tarif PPnBM untuk mobil hybrid.

Bisnis.com, JAKARTA —  Perbaikan kinerja PT Astra International Tbk. (ASII) menghadapi tantangan persaingan ketat di bisnis otomotif seiring dengan gencarnya BYD yang merambah pasar RI hingga tantangan atas rencana pemerintah yang akan mengerek Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil hybrid.

Dari sisi persaingan pasar, jenama mobil listrik asal China, BYD memang sedang gencar menyasar pasar RI. Dalam langkah terbarunya, BYD Indonesia memberi sinyal akan memproduksi baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di Indonesia. BYD saat ini tengah mengembangkan studi komprehensif terkait produksi lokal baterai EV tersebut.

Sebelumnya, BYD Indonesia juga telah menandatangani nota kesepahaman untuk membangun fasilitas manufaktur berkapasitas 150.000 unit per tahun di Subang Smartpolitan. Total investasi di indonesia BYD mengincar lebih dari US$1 miliar.

Saat ini, BYD pun memiliki jumlah diler hampir sekitar 20 cabang atau sekitar 40% dari total rencana pembangunan 50 diler tahun ini.

BYD juga menjadi primadona konsumen dengan mencatatkan penjualan moncer di ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2024 yang digelar pada 18 Juli 2024 - 28 Juli 2024 lalu. Pemesanan mobil listrik BYD sepanjang gelaran GIIAS 2024 tercatat sebesar 2.920 unit atau merupakan penjualan terbesar selama 12 hari ekshibisi. 

Sebagai informasi, saat ini ada empat model mobil BYD yang tersedia di Indonesia. Di antaranya yaitu BYD M6 di segmen MPV, BYD Atto 3 di segmen SUV, lalu Hatchback BYD Dolphin), serta sedan BYD Seal.

Kemudian, tantangan lainnya muncul saat Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berencana menaikan PPnBM untuk mobil hybrid secara bertahap. Hal ini juga seiring dengan harmonisasi insentif pajak untuk Low Carbon Emission Vehicle (LCEV).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.74/2021 tentang PPnBM kendaraan bermotor, pasal 36B disebutkan terkait skema tarif awal agar ditingkatkan untuk jenis mobil non-battery electric vehicle (BEV), termasuk hybrid.

Untuk HEV yang dikelompokkan dalam Pasal 27 akan mengerek naik tarif pajak PPnBM semula 7% menjadi 11%. Hal yang sama terjadi pada model mobil mild hybrid, antara lain yang awalnya bertarif 8% menjadi 12%.

Meski begitu, Direktur Astra International Henry Tanoto mengatakan ASII telah menyiapkan berbagai strategi. "Kami tetap memberikan produk dan layanan seusai kebutuhan masyarakat di Indonesia, baik ICE [kendaraan yang menggunakan tenaga dari mesin pembakaran dalam], hybrid, EV, passenger car dan juga commercial car," katanya dalam paparan publik pada Kamis (8/8/2024).

Ia mengatakan di tengah persaingan ketat, penerimaan konsumen atas produk-produk Astra pun masih dinilai baik. Pangsa pasar penjualan mobil Astra juga menurutnya masih tinggi di pasar RI, mencapai 57% per Juni 2024.

Strategi lainnya, tidak hanya produk, Henry mengatakan perseroan mendorong layanan yang baik sesuai kebutuhan masyarakat di Indonesia. "Kami juga memiliki jaringan banyak, ekosistem financing serta insurance. Ini sangat mendukung memberikan layanan ke pelanggan," kata Henry.

Astra juga terus mengembangkan produk kendaraan listriknya serta mobil hybrid. "Beberapa model hybrid kami juga resale value-nya lebih baik daripada yang combustion engine. Tidak ada juga kekhawatiran. Kami bersyukur market share hybrid juga cukup baik," jelasnya.

Prospek Saham ASII

Analis Kiwoom Sekuritas Vicky Rosalinda mengatakan geliat BYD di pasar otomotif RI memang memberikan sentimen negatif untuk ASII. "Persaingan akan semakin ketat, selain itu juga dari segi harga, BYD lebih murah yang dapat menekan produsen lokal untuk menyesuaikan harga jual mereka," ujarnya kepada Bisnis pada Kamis (8/8/2024).

Kemudian, dari sisi teknologi, BYD memiliki teknologi baterai yang kuat sehingga dapat menjadi keunggulan kompetitifnya.

Meski begitu, ia memproyeksikan saham ASII masih memiliki peluang untuk tetap tumbuh. "Para pelaku pasar tetap mempercayai kinerja keuangan dan strategi bisnis emiten, selain itu juga yang perlu diingat, ASII sudah sangat lama mengeluarkan produk-produk dan sudah dipercaya bertahun-tahun," tutur Vicky.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan persaingan di pasar otomotif memang akan menjadi semakin ketat. "Namun, brand Astra tetap relatif kuat juga," ujarnya.

Adapun, menurutnya terdapat pula peluang ASII atau emiten otomotif lainnya yang masih bisa tumbuh. "Peluangnya masih terkait prospek perekonomian pertumbuhan ekonomi domestik," tutur Nafan.

Selain itu, ekspektasi penurunan suku bunga acuan pada akhir tahun ini diproyeksikan mampu mendorong permintaan di sektor otomotif

Nafan merekomendasikan accumulative buy untuk ASII dengan target harga Rp5.075 per lembar.

Adapun, pada perdagangan Kamis (8/8/2024), saham ASII ditutup naik 2,38% ke level Rp4.740. Harga tersebut mencerminkan kenaikan 5,10% dalam sebuln terakhir. Meski begitu, harga saham ASII masih jeblok 16,11% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd).

Dari sisi kinerja keuangannya, pada semester I/2024, ASII telah membukukan penurunan laba bersih dan pendapatan. Tercatat, laba bersih ASII turun 9,12% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp15,85 triliun pada semester I/2024, dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp17,44 triliun.

Pendapatan ASII juga 1,49% menjadi Rp159,96 triliun, dibandingkan periode sama 2023 sebesar Rp162,39 triliun.

Secara terperinci berdasarkan segmen, pendapatan ASII ditopang dari segmen otomotif sebesar Rp65 triliun, disusul alat berat dan pertambangan Rp64,51 triliun, dan jasa keuangan sebesar Rp15,91 triliun. Selanjutnya diikuti segmen agribisnis Rp10,31 triliun, disusul infrastruktur Rp4,05 triliun, teknologi informasi sebesar Rp1,28 triliun, dan properti Rp520 miliar. 

Pendapatan itu dikurangi biaya eliminasi sebesar Rp1,64 triliun. Sejalan turunnya pendapatan, beban pokok ASII juga turun 1,10% menjadi Rp124,36 triliun, dibandingkan 6 bulan pertama 2023 sebesar Rp125,76 triliun.

Alhasil, laba bruto ASII tercatat sebesar Rp35,6 triliun, atau turun 2,81% menjadi Rp36,63 triliun.

________

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper