Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Guru Besar UGM Buka Suara Soal Aturan Dumping, Topang Bisnis Petrokimia

Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Panut Mulyono menilai aturan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) bisa menjadi solusi
Ilustrasi neraca perdagangan Indonesia lewat kegiatan ekspor-impor menggunakan kapal. JIBI/Bisnis
Ilustrasi neraca perdagangan Indonesia lewat kegiatan ekspor-impor menggunakan kapal. JIBI/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA – Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Panut Mulyono menilai aturan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) bisa menjadi solusi atas polemik gempuran produk impor.

“Aturan ini diharapkan mampu melindungi industri lokal dari gempuran produk impor. Namun perlu diingat, aturan BMAD dan BMTP ini jangan hanya fokus untuk melindungi industri tekstil, barang elektronik, alas kaki, dan keramik saja. Industri manufaktur lainnya yang berperan penting dalam rantai pasok industri nasional juga membutuhkan perlindungan serupa, misalnya industri petrokimia,” ujar Panut dalam keterangannya, Rabu (3/7/2024).

Menurutnya industri petrokimia adalah industri strategis yang memerlukan perlindungan dan pengembangan serius mengingat peran pentingnya dalam mendukung industri hilir untuk berbagai industri lainnya. 

Dia khawatir bila tidak dilindungi, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dikhawatirkan akan semakin meluas sehingga membuat ekonomi Indonesia terpukul.

“Dengan adanya perlindungan dari produk impor yang dijual dengan harga dumping, industri petrokimia dapat meningkatkan kapasitas produksinya untuk memenuhi permintaan dalam negeri. Perlindungan melalui Lartas, BMAD, dan BMPT dapat memberikan ruang yang lebih luas bagi industri petrokimia untuk berkembang,” tambah Panut.

Mengutip data Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), industri petrokimia nasional sedang terancam serbuan impor bahan baku plastik ke pasar domestik seiring kondisi oversupply produksi pabrik petrokimia di China.

Penyebabnya adalah pembangunan 23 proyek petrokimia di China berkapasitas 50 juta ton ethylene sebagai bahan baku plastik membuat negara tersebut kelebihan produk petrokimia.  Tak hanya bahan baku plastik, secara keseluruhan produksi petrokimia hulu 100% di Indonesia masih impor yang menyebabkan biaya produksi lebih mahal daripada bahan baku plastik yang diimpor.

Sebelumnya, Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan tengah menyelidiki terhadap praktik dumping sepanjang tahun 2023 hingga awal tahun 2024. Setidaknya terdapat 10 kasus dumping yang masih dalam proses penyelidikan ataupun telah dikenakan tarif. Namun hingga saat ini statusnya masih dalam proses penyelidikan dan belum ada kelanjutannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Pandu Gumilar
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper