Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) menyebutkan beralihnya investor saham ke instrumen lain adalah hal rasional saat pasar dalam kondisi bearish.
Sekretaris Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) Prama Nugraha mengatakan sangat masuk akal para investor berpindah ke instrumen lain dan mencari potensi keuntungan yang lebih besar dibandingkan di pasar saham saat ini.
“Saya pikir memang investor itu rasional. Mungkin pasar saham sekarang lagi belum bergerak signifikan, mereka melihat potensi di investasi lain yang kira-kira bisa memberikan keuntungan,” kata Prama kepada Bisnis, Selasa (2/7/2024).
Prama menjelaskan kondisi pasar saat ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor makro global, di samping isu-isu lain seperti FCA dan short selling.
Dari global di mana suku bunga The Fed masih berada di level 5,25%-5,50% akan Menurutnya jika kondisi global turun maka akan berpengaruh ke market Indonesia. Tingkat suku bunga yang tinggi di level tersebut juga memberikan potensi bagi obligasi baik korporasi maupun pemerintah untuk lebih dilirik oleh investor.
Menurutnya, obligasi menjadi pilihan para investor mengincar keuntungan yang cukup tinggi dan lebih aman atau stabil dibandingkan dengan pasar saham.
Meski banyak investor memindahkan asetnya dari pasar saham, menurut Prama kondisi tersebut akan berbalik jika market kembali bullish atau berada dalam tren naik.
Sebenarnya, Prama menyebutkan langkah Bursa memberikan pilihan produk-produk baru seperti single stock futures dan structure warrant bisa juga menjadi pilihan bagi investor.
“Lebih banyak produk yang ditawarkan kan menjadi banyak pilihan, investor bisa masuk ke market yang terjangkau buat mereka,” lanjutnya.
Bursa Sebut Risiko Investor Saham Beralih ke Instrumen Lain
Pada pemberitaan Bisnis sebelumnya, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman mengungkapkan bahwa ada potensi bagi investor saham untuk beralih ke jenis investasi lainnya saat kondisi pasar sedang lesu atau turun.
Iman menjelaskan salah satu penyebab potensial pergeseran ini adalah ketidakpastian ekonomi global. Inflasi di Amerika Serikat yang belum mencapai target 2% telah membuat Bank Sentral AS, The Fed, mempertahankan suku bunga di kisaran 5,25%-5,5% dan hanya memproyeksikan satu kali pemangkasan suku bunga tahun ini.
Bursa melihat bahwa tingkat suku bunga yang tinggi dari The Fed berpotensi berlanjut, sehingga investor mungkin akan memilih untuk mengalihkan investasi mereka ke produk yang dianggap aman. Ini juga menjadi tantangan yang harus dihadapi.
Sementara itu, faktor dalam negeri yang menjadi pemicu beralihnya investor saham adalah adanya Pemilu 2024 pada Februari lalu. Pemilu telah membuat investor cenderung menunggu dan melihat perkembangan lebih lanjut. Selain Indonesia, sekitar 64 negara juga menghadapi proses pemilihan umum tahun ini, termasuk AS, Rusia, dan India. Iman menyebutkan kondisi ini menjadi tantangan tambahan bagi BEI untuk meningkatkan jumlah investor ritel.
--------------------
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.