Bisnis.com, JAKARTA – Di tengah keberlanjutan proses merger, emiten telekomunikasi PT XL Axiata Tbk. (EXCL) dan PT Smartfren Telecom Tbk. (FREN) tercatat merangkum nasib berbeda terkait capaian laba bersih selama lima tahun terakhir.
Melansir terminal Bloomberg pada Jumat (21/6/2024), EXCL secara konsisten mencetak laba bersih selama periode 2019 – 2023. Dalam kurun waktu tersebut, perseroan membukukan laba tertingginya pada 2021 lewat perolehan sebesar Rp1,28 triliun.
Sementara itu, laba bersih terendah EXCL terjadi tahun 2020 atau ketika pandemi Covid-19 melanda hampir semua negara di dunia. Pada periode tersebut, perusahaan membukukan laba bersih Rp371,59 miliar atau turun 47,85% dibandingkan 2019.
EXCL sepanjang 2023 juga mampu mengukir laba bersih senilai Rp1,27 triliun, nyaris menyamai rekor laba bersih pada 2021. Perolehan tersebut juga meningkat 14,57% year-on-year (YoY) dari capaian laba 2022 yang senilai Rp1,1 triliun.
Di lain pihak, Smartfren cenderung menorehkan kinerja negatif sepanjang 2019 – 2023. Selama periode lima tahunan itu, perusahaan hanya mampu mencetak laba bersih pada 2022.
Rugi bersih terbesar FREN terjadi pada 2019 dengan nilai kerugian Rp2,18 triliun. Kerugian tersebut kemudian susut 30,36% menjadi Rp1,52 triliun pada 2020 dan semakin mengempis pada 2021 dengan catatan kerugian senilai Rp435,32 miliar.
Baca Juga
Baru pada 2022 perseroan mencetak laba bersih sebesar Rp1,06 triliun. Salah satu faktor yang membuat laba bersih FREN meningkat adalah perolehan keuntungan investasi saham yang mencapai Rp1,64 triliun, atau melesat dari tahun sebelumnya Rp118,73 miliar.
Namun, berselang satu tahun atau tepat pada 2023, FREN kembali menorehkan rugi bersih sebesar Rp108,92 miliar. Beban usaha perusahaan terpantau naik 5,03% menjadi Rp11,1 triliun, sementara beban bunga dan keuangan lainnya mencapai Rp1,27 triliun.
Sumber: Data Bloomberg, diolah
Dalam laporan tahunan 2023, Presiden Direktur Smartfren Telecom Merza Fachys mengatakan tantangan utama yang dihadapi perusahaan adalah persaingan dalam industri telekomunikasi.
Untuk mengatasi tantangan itu, kata Merza, perseroan terus melakukan inovasi dalam menciptakan produk-produk unggulan, memperluas infrastruktur jaringan, dan menjalin kemitraan strategis dengan pelaku industri lokal ataupun global.
Dia pun meyakini, meski persaingan begitu ketat, industri telekomunikasi tetap memiliki prospek cerah pada tahun-tahun mendatang seturut dengan meningkatnya permintaan layanan data.
“Layanan data telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari masyarakat, dan permintaan akan layanan ini diprediksi terus meningkat seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan pengguna,” pungkasnya.
PROSES MERGER
Dalam perkembangan terkini, Proses merger antara PT XL Axiata Tbk. (EXCL) dan PT Smartfren Telecom Tbk. (FREN) sudah masuk tahap uji tuntas atau due diligence.
EXCL dan FREN diketahui telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) tidak mengikat pada 15 Mei 2024 terkait rencana menciptakan entitas baru.
Jika proses penggabungan usaha berjalan mulus, dipastikan ada satu pihak yang bakal bertahan di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai surviving entity atau entitas yang menerima penggabungan usai proses merger selesai.
Group Head Corporate Communication XL Axiata Reza Mirza menyampaikan bahwa saat ini belum ada informasi terkait dengan entitas mana yang bertahan di BEI, sebab proses uji tuntas masih berlangsung antara pemegang saham.
“Sejauh ini belum ada. Jadi, memang sedang proses due diligence bahkan manajemen EXCL tidak ada yang tahu karena masih ada di ranah pemegang saham,” tutur Reza saat ditemui di kantor harian Bisnis Indonesia, pekan lalu.
Sementara itu, Axiata Group Bhd disebutkan tengah berupaya mempercepat proses merger antara EXCL dan FREN dengan harapan selesai pada akhir tahun ini.
Group Chief Financial Officer Axiata Nik Rizal Kamil mengatakan rampungnya merger sejalan dengan proses uji tuntas yang sedang dimulai antara pemegang saham EXCL-FREN.
“Kalau aspirasi kami [merger XL Axiata-Smartfren] selesai di ujung tahun ini, tetapi selain due diligence juga tetap patuh terhadap aturan regulasi,” kata Nik.
Nik menjelaskan bahwa biasanya proses due diligence membutuhkan waktu sekitar 3–4 bulan, atau bisa lebih cepat. Artinya, selesainya merger tersebut didasari oleh dua faktor, yakni due diligence dan negosiasi yang dilakukan secara paralel.
Di sisi lain, Sekretaris Perusahaan FREN James Wewengkang mengungkapkan bahwa perseroan juga belum mendapatkan informasi dari pemegang saham terkait surviving entity.
“Perseroan berpendapat bahwa surviving entity akan ditentukan oleh pemegang saham setelah dilakukannya proses uji tuntas dan saat negosiasi perjanjian definitif,” ujar James.
Apabila proses merger EXCL dan FREN rampung, entitas baru yang terbentuk akan cukup kompetitif untuk bersaing dengan pemain telekomunikasi lainnya.
Hal itu dikarenakan pesaing lain seperti PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) dan PT Indosat Tbk. (ISAT) masing-masing memiliki spektrum lebih dari 150 MHz. Adapun XL hanya memiliki sekitar 90 MHz dan Smartfren sekitar 60 MHz.
---------------------------
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.