Bisnis.com, JAKARTA – PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) mencatatkan nilai belanja iklan dan promosi tertinggi dalam lima tahun terakhir, serta menjadi emiten konsumer yang paling jorjoran menggelontorkan biaya tersebut pada kuartal I/2024.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, UNVR telah mengucurkan Rp912 miliar untuk biaya iklan dan promosi. Biaya tersebut tumbuh sebesar 7,79% jika dibandingkan dengan kuartal I/2023 yang membukukan Rp846,12 miliar.
Nilai itu juga menjadi yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Pada kuartal I/2022, belanja iklan UNVR mencapai Rp733,29 miliar, lalu kuartal I/2021 tembus Rp621,92 miliar, sementara 2020 dan 2019 masing-masing Rp769,08 miliar serta Rp592,41 miliar.
Di sisi lain, gelontoran belanja iklan dan promosi itu juga paling tinggi dibandingkan emiten konsumer lainnya, seperti PT Mayora Indah Tbk. (MYOR), PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP).
MYOR, misalnya, mengucurkan Rp706,54 miliar untuk belanja iklan dan promosi sepanjang kuartal I/2024. Turun sebesar 8,53% year-on-year (YoY).
Selain itu, INDF mencatatkan belanja pariwara dan promosi sebesar Rp680,46 miliar atau menurun 1,02% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Adapun belanja iklan ICBP naik 1,83% YoY menjadi Rp645,72 miliar.
Baca Juga
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo mengatakan kenaikan biaya iklan dan promosi UNVR sejalan dengan banyaknya tantangan yang dihadapi perusahaan. Salah satunya kehadiran pesaing yang semakin ramai.
“Terlebih harga jual yang di bawah produk UNVR membuat masyarakat juga beralih ke produk yang lebih murah,” ujar Azis kepada Bisnis, dikutip Sabtu (15/6/2024).
Menurutnya, kondisi tersebut berdampak pada penurunan penjualan UNVR, khususnya segmen rumah tangga dan kecantikan. Pada kuartal I/2024, kinerja penjualan perusahaan mengalami koreksi 4,95% secara tahunan menjadi Rp10,7 triliun.
Secara rinci, kinerja penjualan dalam negeri membukukan Rp9,79 triliun atau terkoreksi 4,66% YoY. Sementara itu, penjualan ekspor turun 14,01% YoY ke Rp286,45 miliar. Realisasi ini berbanding terbalik dengan biaya iklan UNVR.
“Belanja iklan sebenarnya bisa juga berdampak positif jika memang produk yang diiklankan sukses menarik perhatian publik,” kata Azis.
Menurutnya, saham UNVR dan ICBP dapat dicermati investor saat ini. Namun, lebih mengarah pada trading jangka pendek dan memanfaatkan momentum teknikal dengan potensi kenaikan 3% – 5%, serta cermati area support jika turun 2% – 2,5%.
Hingga perdagangan Jumat (14/6/2024), saham UNVR bertengger di level Rp3.200 per lembar. Banderol ini mencerminkan penurunan 9,35% year-to-date (YtD), tetapi meningkat 23,55% dalam kurun tiga bulan terakhir.
Unilever tercatat membukukan laba bersih sebesar Rp1,4 triliun sepanjang kuartal I/2024, naik 3,1% secara tahunan. Pertumbuhan laba bersih didorong oleh peningkatan marjin kotor yang meningkat 61 basis poin menjadi 49,9%.
Presiden Direktur Unilever Benjie Yap mengatakan biaya jasa yang lebih rendah juga menjadi faktor pendorong kenaikan laba perseroan pada awal tahun ini.
Dia menambahkan tingkat penjualan Maret juga telah pulih ke level kuartal III/2024. Pangsa pasar Unilever juga terus meningkat dibandingkan posisi terendah pada Desember 2023.
“Perseroan juga berhasil untuk mempertahankan posisi sebagai pemimpin pasar di lebih dari 80% kategori di mana kami beroperasi. Hasil positif ini merupakan upaya dari eksekusi prioritas strategis perseroan yang dilakukan dengan efektif,” tuturnya.
Ke depan, perseroan akan fokus mendorong pertumbuhan dan kemajuan bisnis sejalan dengan komitmen UNVR untuk menghasilkan bisnis secara konsisten, menguntungkan, kompetitif, serta bertanggung jawab.
Berikut data belanja iklan dan promosi emiten konsumer kuartal I/2024:
EMITEN | Kuartal I/2024 | Kuartal I/2023 | YoY |
---|---|---|---|
UNVR | 912.016 | 846.121 | 7,79% |
MYOR | 706.544 | 772.423 | - 8,53% |
INDF | 680.460 | 668.240 | 1,83% |
ICBP | 645.728 | 652.403 | - 1,02% |
Dalam jutaan
Sumber: Laporan keuangan per akhir Maret 2024, diolah
------------------------------
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.