Bisnis.com, JAKARTA — Gagalnya PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) masuk dalam indeks bergengsi FTSE disebut-sebut menjadi penyebab utama jatuhnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke level 6.947 pada perdagangan Rabu (5/6/2024).
Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto menjelaskan faktor utama pelemahan IHSG kemarin dikarenakan BREN yang gagal masuk FTSE Global Equity Index dan turun menyentuh auto rejection bawah (ARB).
“Faktor utamanya itu [BREN gagal masuk FTSE], mayoritas dari saham Prajogo juga,” kata William kepada Bisnis, dikutip Kamis (6/6/2024).
Selain itu, William menambahkan, BREN yang masuk ke papan pemantauan khusus full call auction (PPK FCA) juga menjadi beban tambahan bagi indeks komposit.
Pelemahan indeks diproyeksikan William akan berlanjut bahkan hingga ke posisi 6.886 sebagai support terdekat. Meski demikian, pelemahan ini hanya berlangsung dalam jangka pendek, setidaknya sampai BREN keluar dari papan pemantauan khusus dengan mekanisme full call auction.
Senada, Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana juga menunjuk saham-saham milik Prajogo Pangestu sebagai aktor utama dari kejatuhan IHSG.
Baca Juga
Wawan bahkan menyebut, level IHSG yang saat ini ada di kisaran 6.900-7.000 merupakan anomali, sebab hanya terdorong oleh saham-saham Grup Barito yakni BREN, BRPT, TPIA, CUAN, dan PTRO yang memiliki kapitalisasi pasar jumbo.
“Apa yang terjadi pada IHSG kalau saham-saham Prajogo Pangestu itu tidak dihitung? IHSG nilai wajarnya cuma 5.800 kalau tidak ada saham Grup Barito seperti BREN, TPIA, dan lain-lain,” ujar Wawan dalam kunjungannya ke Wisma Bisnis Indonesia pada Rabu (5/6/2024).
Perlu diketahui, beberapa saham Prajogo Pangestu masuk kategori big cap, seperti PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) memiliki market cap Rp993,36 triliun, disusul PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA) dengan market cap sebesar Rp748,32 triliun.
Kemudian, kapitalisasi pasar PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) sebesar Rp89,53 triliun, diikuti PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN) sebesar Rp84,88 triliun, dan PT Petrosea Tbk. (PTRO) sebesar Rp7,79 triliun.
Sebagai pengingat, Bursa Efek Indonesia (BEI) menjebloskan saham BREN milik konglomerat Prajogo Pangestu ke PPK full call auction pekan lalu, pada Rabu (29/5/2024).
Selama sepekan, saham BREN pun ambles 26,67% ke level Rp7.425 per saham pada Rabu (5/6). Selain itu, dari sisi kapitalisasi pasar BREN juga merosot signifikan setelah masuk PPK full call auction.
Padahal, sebelumnya saham BREN sempat memiliki kapitalisasi pasar tertinggi di Bursa, bahkan menyalip BBCA milik Hartono bersaudara.
“Kalau BREN lepas dari FCA mungkin bisa saja IHSG naik ke atas 7.600, karena kalau bicara kapitalisasi pasar, waktu itu BREN sempat ke Rp1.500 triliun atau yang terbesar di BEI, ini karena FCA jadi turun lagi,” kata Wawan.
Sejalan dengan masuknya BREN ke PPK full call auction, IHSG pun ambles 2,70% dalam sepekan dan parkir di level 6.947,67 pada Rabu (5/6). Sepanjang tahun berjalan, IHSG juga melemah 4,47% year-to-date (ytd).
Kendati demikian, Infovesta memprediksi hingga akhir 2024 IHSG berpeluang menyentuh 7.600. Adapun, sentimen paling dominan yang mempengaruhi IHSG masih dari kebijakan suku bunga Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed).
Sejauh ini, The Fed masih menahan suku bunga di level 5,25%-5,5%, namun Wawan mengatakan ekspektasi pasar terkait potensi penurunan suku bunga The Fed mulai bergeser dari semula pada September menjadi ke November 2024.
Sementara itu, Analis Stockbit Sekuritas Hendriko Gani menjelaskan posisi IHSG saat ini berada di level support terdekat. IHSG juga diproyeksikan masih lanjut melemah.
“Apalagi IHSG baru menembus support dan membentuk lower low per penutupan Rabu (5/6),” ujar Gani.
Lebih lanjut, Gani menuturkan selama ini IHSG ditopang oleh BREN, maka jika saham kesayangan Prajogo Pangestu tersebut jatuh maka akan menjadi beban IHSG.
Tanggapan BREN Soal Gagal Masuk FTSE
CEO Barito Renewables Energy Hendra Tan menanggapi perihal gagalnya BREN masuk dalam indeks FTSE.
"Ya, kami memahami hal ini, karena memang merupakan mekanisme pasar dan kami menghormati dan mengikuti peraturan yang ada di pasar modal," kata Hendra, dikutip Kamis (6/6/2024).
BREN, saham perusahaan Prajogo Pangestu, awalnya diumumkan akan dimasukkan ke dalam kategori large cap FTSE Global Equity Index, namun gagal masuk karena masih berada dalam Papan Pemantauan Khusus dengan mekanisme full call auction (FCA).
Mengutip pengumuman resmi FTSE, FTSE Russell sedang mengevaluasi apakah aturan Bursa Efek Indonesia terkait papan pemantauan khusus dengan FCA akan diikutsertakan dalam peraturan dasar indeks FTSE. Oleh karena itu, FTSE Russell menunda perubahan tinjauan indeks sampai pemberitahuan lebih lanjut.
Sebagai hasilnya, saham BREN tidak ditambahkan ke dalam indeks FTSE, meskipun sebelumnya dijadwalkan akan dimasukkan.
Sebagai informasi tambahan, FTSE Russell Group adalah sebuah organisasi finansial di Inggris yang mengkhususkan diri dalam menyediakan indeks untuk pasar keuangan global. Saham-saham yang masuk dalam kriteria FTSE dianggap memiliki fundamental yang kuat dan likuiditas yang baik, sehingga menjadi pertimbangan penting bagi investor, terutama investor asing.
_________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.