Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Anjlok, Segar Kumala (BUAH) Tetap Bidik Pendapatan Rp2 Triliun 2024

Segar Kumala (BUAH) juga menargetkan laba Rp48 miliar pada 2024. Pelemahan rupiah membawa pengaruh meskipun tidak signifikan.
Dokumentasi IPO Segar Kumala Indonesia (BUAH). / dok perusahaan
Dokumentasi IPO Segar Kumala Indonesia (BUAH). / dok perusahaan

Bisnis.com, JAKARTA — Emiten pedagang buah-buahan PT Segar Kumala Indonesia Tbk. (BUAH) membidik kenaikan pendapatan menjadi Rp2 triliun dan laba bersih sebesar Rp48 miliar sepanjang 2024.

Direktur Utama Segar Kumala Indonesia Renny Lauren menyebutkan bahwa target omzet untuk tahun 2024 adalah sebesar Rp2 triliun atau sebesar 13,8% dibanding tahun 2023. Adapun pelemahan rupiah berdampak pada BUAH tetapi tidak signifikan.

"Target laba bersih 2024, itu kami menargetkan sebesar Rp48 miliar untuk laba bersih 2024 sekitar 50% dibandingkan dengan 2023," kata dia dalam paparan publik, Kamis (2/5/2024). 

Guna dapat mencapai target tersebut, BUAH menganggarkan capital expenditure alias capex sebesar Rp16 miliar dari internal kas. Capex tersebut akan digunakan untuk pendirian gudang berpendingin sebesar Rp10 miliar, mobil pendingin Rp4 miliar dan sisanya inventaris kantor. 

Adapun, pada 2023 terdapat pembukaan cabang baru di Kepulauan Bangka Belitung dan kota Palembang, serta peresmian gudang berpendingin baru di Jakarta. Penambahan tersebut menjadikan kapasitas gudang BUAH sebesar 2.000 Ton atau menjadi 7.505 Ton.

BUAH mengemukakan bahwa ekspansi dan penambahan kapasitas gudang ini diharapkan dapat mendongkrak penjualan BUAH dan akan terus memperluas jangkauan ke daerah lain.

Sampai dengan April 2024 terdapat dua cabang yang telah dibuka yaitu di Pekanbaru dan Samarinda. 

Adapun untuk pelemahan rupiah, BUAH mengakui bahwa terdapat dampak terhadap kinerja. Namun beberapa strategi telah disiapkan salah satunya dengan melakukan transaksi sesuai dengan negara eksportir. 

"Mayoritas impor dari China, Thailand dan Australia. Kita memitigasi dengan transaksi dengan yuan dengan China, Thailand dengan bath dan Australia dengan dolar Australia," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper