Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Komoditas Kamis (25/4): Emas Naik Turun, Batu Bara & CPO Loyo Jelang Rilis Data AS

Harga emas terpantau variatif pada perdagangan Kamis (25/4). CPO dan batu bara juga kompak ditutup melemah.
Emas batangan/Bloomberg
Emas batangan/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas tercatat variatif atau naik turun menjelang para investor menanti perilisan data ekonomi Amerika Serikat (AS). Sementara itu, harga batu bara dan crude palm oil (CPO) juga kompak ditutup melemah. 

Berdasarkan data Bloomberg pada perdagangan Rabu (24/4/2024), harga batu bara kontrak April 2024 di ICE Newcastle ditutup melemah -0,58% pada level US$129 per metrik ton Batu bara kontrak Mei 2024 juga melemah -0,91% ke US$136,50 per metrik ton.

Mengutip Reuters, sebuah kelompok industri besar batu bara mengatakan bahwa harga batu bara domestik China telah mencapai titik terendah dan pada tahun ini akan melampaui harga tertinggi pada 2023. 

“Stok secara keseluruhan tidak terlalu tinggi, jadi jika pembelian di pasar meningkat, hal itu secara langsung akan menyebabkan harga naik,” jelas Han Lei, General Manager di departemen riset Asosiasi Transportasi dan Distribusi Batu Bara China (CCTD).

Selain itu, CCTD juga memprediksi produksi batu bara China akan tetap datar pada tahun ini, jika dibandingkan pertumbuhan 2,9% pada 2023. Dia juga memperkirakan produksi yang lebih rendah dalam waktu dekat akan membantu mendukung harga. 

Lanjutnya, dia menilai bahwa langkah-langkah stimulus ekonomi yang diberlakukan oleh pemerintah pada baru-baru ini dapat meningkatkan permintaan batu bara.

Harga Komoditas Kamis (25/4): Emas Naik Turun, Batu Bara & CPO Loyo Jelang Rilis Data AS

Harga Emas

Berdasarkan data Bloomberg, harga emas di pasar spot menguat-0,04% ke level US$2.317,04 per troy ounce pada pukul 06.49 WIB. Kemudian, harga emas Comex kontrak Juni 2024 melemah -0,44% ke US$2.328 per troy ounce pada pukul 06.39 WIB.

Mengutip Reuters, harga emas telah stabil pada Rabu (25/4) karena premi risiko atas ketegangan di Timur Tengah yang mereda. Sementara itu, investor juga menunggu data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang dapat memberikan petunjuk soal suku bunga Federal Reserve (The Fed). 

“Pasar emas dan perak mengalami koreksi seiring dengan berkurangnya eskalasi konflik di Timur Tengah. Pertanyaan utamanya adalah apakah koreksi ini akan berubah menjadi tren penurunan harga jangka pendek yang akan menandakan puncak pasar telah terjadi,” jelas  senior analis di Kitco Metals, Jim Wyckoff. 

Lanjutnya, ia juga mengatakan bahwa pasar kini berfokus pada laporan ekonomi dan The Fed. Jika data inflasi panas, maka sulit bagi bank sentral untuk menurunkan suku bunga dan emas dapat menurun hingga dibawah US$2.200.

Data produk domestik bruto (PDB) AS akan dirilis pada hari Kamis (25/4) dan laporan Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) pada hari Jumat (26/4).

Harga Komoditas Kamis (25/4): Emas Naik Turun, Batu Bara & CPO Loyo Jelang Rilis Data AS

Harga CPO

Harga komoditas minyak kelapa sawit atau CPO berjangka kontrak Juli 2024 pada perdagangan Rabu (24/4) telah melemah -28 poin ke 3.943 ringgit per ton di Bursa derivatif Malaysia. Kemudian, kontrak Juni 2024 juga ditutup melemah -30 poin menjadi 3.986 ringgit per ton.

Mengutip Reuters, minyak sawit berjangka Malaysia para Rabu (25/4) mengalami penurunan, mengakhiri dua hari kenaikan berturut-turut, dipicu oleh pelemahan kekuatan minyak kedelai dan minyak mentah serta penguatan nilai tukar ringgit yang mempengaruhi sentimen investor.

Kontrak minyak kedelai teraktif Dalian DBYcv1 dan kontrak minyak sawit DCPcv1 menutup perdagangan sore lebih tinggi, yakni masing-masing sebesar 0,92% dan 0,86%. Harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT) BOcv1 turun 0,59%.

Harga minyak stabil di atas US$88 per barel pada hari Rabu, setelah data industri menunjukkan penurunan stok minyak mentah AS yang mengejutkan minggu lalu dan penurunan aktivitas bisnis dari konsumen minyak terbesar di dunia.

Berdasarkan data Bloomberg, ringgit juga telah ditutup menguat -0,06% terhadap dolar. Ringgit yang menguat membuat minyak kelapa sawit kurang menarik bagi pemegang mata uang asing. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper