Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News Bisnisindonesia.id: Respons Pasar Saham dan Prospek Ekonomi Usai Putusan MK

Putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan sengketa atau Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Pilpres 2024 mempengaruhi pergerakan pasar saham sejak kemarin.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Dok Kemenhan RI
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Dok Kemenhan RI

Bisnis.com, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan sengketa atau Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024 mempengaruhi pergerakan pasar saham sejak kemarin. Putusan ini juga memberikan angin segar bagi sejumlah emiten di Bursa Efek Indonesia. 

Respons pasar dan peluang menghijaunya sejumlah emiten menjadi salah satu ulasan pilihan yang dirangkum dalam Top 5 News Bisnisindonesia.id edisi Selasa (23/4/2024). Selain itu, sejumlah sajian menarik lainnya turut disajikan untuk pembaca seperti solusi dana iuran pariwisata, harga pangan usai lebaran hingga pendanaan produktif pinjaman online. 

1. Respons Pasar Saham & Peluang Cuan Emiten Terbawa Sentimen Putusan MK

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, pergerakan IHSG hari ini relatif kontraproduktif dibandingkan dengan kinerja bursa regional lainnya.

Financial Expert Ajaib Sekuritas Ratih Mustikoningsih menuturkan pelaku pasar tengah mencermati hasil putusan MK terhadap sengketa Pilpres 2024. Sebab. hasil putusan tersebut nantinya memberikan dampak bagi kebijakan ekonomi Indonesia. Dia pun memperkirakan IHSG akan bergerak mixed di kisaran 7.000 – 7.150. 

Saham pilihan Ajaib Sekuritas kemarin adalah SIDO dengan target harga 710, lalu BRIS memiliki target harga Rp2.620, dan target price MYOR sebesar Rp2.360. Selain itu, sejumlah saham emiten pertambangan masuk jajaran rekomendasi analis jelang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan sengketa Pilpres 2024.

Community & Retail Equity Analyst Lead Indo Premier Sekuritas Angga Septianus menyebut investor dapat mencermati saham-saham yang terkait dengan hilirisasi mineral logam di antaranya seperti MDKA, MBMA dan TINS. Dalam hal ini, Indo Premier Sekuritas mematok target harga MDKA di level Rp3.200, diikuti MBMA dengan target Rp750 per saham.

Faktor lainnya, investor juga perlu mengamati tensi geopolitik di Timur Tengah, yang masih tereskalasi hampir setiap harinya. Risiko besar ini adalah salah satu penyebab komoditas emas sedang mengalami kenaikan yang sangat signifikan sebagai aset safe haven. 

2. Mencari Solusi Dana Iuran Pariwisata agar tak Bebankan Tiket Pesawat

Pemerintah tengah menggodok rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Dana Pariwisata Berkelanjutan atau Indonesia Tourism Fund (ITF). Dana tersebut akan berasal dari iuran pariwisata. Beredar kabar bahwa iuran pariwisata ini akan dibebankan pada tiket pesawat. 

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno tak menampik adanya wacana pemungutan iuran dana abadi pariwisata yang akan dibebankan pada tiket pesawat. Namun demikian, hingga saat ini belum ada keputusan final terkait pengumpulan dana abadi melalu tiket pesawat. 

Dia menuturkan rencana pembebanan pada tiket pesawat inik lantaran pemerintah menganggap sektor penerbangan sudah mulai pulih dari pandemi. Hanya saja, pihaknya masih akan berdiskusi lebih lanjut dengan stakeholder terkait termasuk dengan maskapai penerbangan itu sendiri. Pemerintah juga tidak menutup kemungkinan menggunakan opsi lain selain dibebankan pada tiket. 

Sandiaga juga mengakui mahalnya tiket pesawat penerbangan dalam negeri masih menjadi isu pariwisata di Indonesia. 

3. Menabuh Genderang Harga Pangan Usai Lebaran

Komoditas pangan kembali bergejolak pasca-Idulfitri 1445 H. Situasi dalam dan luar negeri mempengaruhi peningkatan harga juga sederet pangan di dalam negeri. 

Beberapa komoditas utama yang mengalami peningkatan tarif jual di pasar Tanah Air di antaranya gula, minyak goreng kemasan curah hingga bawang putih. Kondisi ini disebabkan salah satunya oleh menipiskan pasokan di level domestik. Asosiasi Gula Indonesia (AGI) misalnya, membeberkan penyebab harga gula pasir makin mahal di pasaran.

Tenaga Ahli AGI, Yadi Yusriadi mengatakan kenaikan harga gula pasir saat ini dipicu oleh stok gula yang menipis. Importasi gula yang lambat diperparah oleh produksi dalam negeri yang cenderung stagnan.

Asosiasi mencatat produksi gula dalam negeri masih di kisaran 2,3 juta ton saat kebutuhan gula konsumsi sudah mencapai sekitar 3 juta ton. 

AGI memproyeksikan produksi gula pada 2024 sekitar 2,1 juta ton. Proyeksi tersebut lebih rendah dari pada produksi pada 2023 sebagai dampak dari El Nino yang menyebabkan protas tebu turun. Bagaimana dengan komoditas lain?

4. Prospek Ekonomi: Napas Tambahan Kejar Pertumbuhan

Sengketa pemilihan umum Presiden (Pilpres) berakhir, hal ini menjadi angin segar domestik dan membuat pelaku ekonomi mulai melanjutkan rencana ekspansinya di sisa tahun ini. Hal ini dapat menyokong kinerja pertumbuhan ekonomi tetap di atas 5%.

Pengumuman hasil sengketa pilpres oleh MK pada hari ini memberikan kepastian kepada pelaku usaha untuk segera melakukan investasi atau ekspansi yang sempat tertunda akibat aksi wait and see selama rangkaian Pemilu 2024. 

Apalagi, Bank Indonesia mencatat pada kuartal I/2024, kinerja kegiatan dunia usaha yang tecermin dari saldo bersih tertimbang mencapai 14,11%--lebih tinggi dibanding kuartal IV/2023 sebesar 13,17%. Kemudian, kinerja manufaktur pada kuartal I/2024 juga berada pada jalur ekspansi tecermin dari PMI BI sebesar 52,8% lebih tinggi dibanding kuartal IV/2023  51,2%.

Pada saat bersamaan, BPS merilis neraca perdagangan Indonesia pada kuartal I/2024 mengalami surplus US$7,3 miliar atau turun 68,4% YoY. Surplus sejalan dengan aktivitas impor yang melandai di tengah ekspor yang masih menantang.

Tren penyusutan ekspor menjadi salah satu tantangan yang perlu dituntaskan untuk bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,2% pada 2024. Apalagi, sinyal The Fed menunda pemangkasan suku bunga diprediksi akan diikuti oleh BI sehingga akan mempengaruhi akses permodalan dunia usaha dalam ekspansi.

5. Memacu Pendanaan Sektor Produktif, Batas Atas Ideal Pinjol Dikaji

Penyaluran pendanaan sektor produktif finansial teknologi atau fintech terbilang semakin menantang. Regulator juga tengah mengupayakan strategi untuk mendorong pendanaan sektor itu dengan menaikan batas atas pendanaan penyelenggara fintech. 

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agusman mengatakan, peningkatan batas atas pinjaman P2P lending ke sektor produktif tersebut masih dalam kajian. Sehingga belum diketahui nominal pasti kenaikan batas atas pendanaan tersebut.

Adapun per 15 April, ketentuan itu disebut akan masuk dalam RPOJ terkait dengan Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) yang saat ini tengah disusun oleh OJK.  

Selain itu, Agusman juga menilai penyelenggara juga tidak sedang dalam pengenaan snaksi pembatasan kegiatan usaha dari OJK. Di sisi lain, dia mengatakan regulator juga masih mengkaji opsi pencabutan moratorium pemberian izin usaha penyelenggara LPBBTI khusus sektor produktif dan UMKM.  

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyambut positif terkait dengan rencana tersebut. Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar mengatakan, selama ini AFPI mengadvokasi untuk menaikkan batas atas pendanaan itu mencapai Rp10 miliar. Adapun dasar pertimbangannya adalah kondisi fundamental kebutuhan pasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rayful Mudassir
Editor : Rayful Mudassir
Sumber : Bisnisindonesia.id
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper