Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Adu Kuat Penjualan Rokok Sampoerna (HMSP) dan Gudang Garam (GGRM)

Penjualan rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM) dari PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) dan PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) kompak menurun.
Annisa Kurniasari Saumi,Dionisio Damara Tonce
Minggu, 31 Maret 2024 | 07:35
Sejumlah pekerja menata tembakau rajangan di gudang penyimpanan PT Gudang Garam Bulu, Temanggung, Jateng, Selasa (19/9/2023). ANTARA FOTO/Anis Efizudin
Sejumlah pekerja menata tembakau rajangan di gudang penyimpanan PT Gudang Garam Bulu, Temanggung, Jateng, Selasa (19/9/2023). ANTARA FOTO/Anis Efizudin

Bisnis.com, JAKARTA – Penjualan rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM) dari PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) dan PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) kompak menurun sepanjang 2023 seiring dengan cukai hasil tembakau (CHT) alias cukai rokok yang agresif.

Volume penjualan rokok PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) menembus 83,4 miliar batang sepanjang tahun 2023. HMSP pun menguasai 28,6% pangsa pasar rokok di Indonesia. 

Selama tahun 2023, HMSP menjual sebanyak 83,4 miliar batang, turun 4% dibandingkan tahun 2022 yang sebesar 86,8 miliar batang.

Sepanjang Januari—Desember 2023, pangsa pasar Sampoerna bertengger di 28,6%, tidak berubah dibandingkan tahun 2022. 

Sementara itu, Berdasarkan laporan pengendali HMSP, Philip Morris International, total pasar rokok Indonesia pada tahun 2023 291,6 miliar batang, turun 4,1% secara tahunan (year-on-year/YoY) daripada tahun 2022 yang berada di angka 304 miliar batang.

Sementara itu, apabila memperhitungkan kuartal IV/2023 saja, penjualan rokok Sampoerna turun 4,1% daripada periode yang sama tahun sebelumnya. Penjualan rokok HMSP pada kurun Oktober—Desember 2023 menembus 20,3 miliar. 

Menyitir laporan keuangan masing-masing perusahaan, GGRM mencatatkan perolehan pendapatan dari segmen sigaret kretek mesin (SKM) sebesar Rp96,02 triliun tahun lalu. Capaian tersebut melemah hingga 15,97% secara year-on-year (YoY).

Penurunan itu pun berdampak negatif terhadap total pendapatan GGRM. Tahun lalu, perseroan membukukan pendapatan sebesar Rp118,95 triliun atau melemah 4,60% YoY. 

Setali tiga uang, HMSP juga membukukan penurunan penjualan SKM sebesar 5,03% secara tahunan menjadi Rp68,92 triliun. Namun, berbeda dengan Gudang Garam, HMSP masih membukukan penjualan bersih Rp115,9 triliun atau naik 4,29% YoY. 

Turunnya pendapatan GGRM dan HMSP dari segmen SKM bertalian erat dengan kebijakan cukai rokok. Pada 2023 dan 2024, pemerintah menetapkan tarif cukai rokok 10% yang berlalu untuk SKM, sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek tangan (SKT). 

Secara rinci, SKM Golongan I memiliki tarif cukai per batang Rp1.101 pada tahun lalu, sementara SPM Golongan I bertarif cukai Rp1.193 per batang pada 2023. Sementara itu, SKT Golongan I memiliki tarif cukai lebih murah yakni Rp416 per batang tahun lalu. 

Selisih itu membuat konsumen putar haluan ke produk dengan tarif cukai lebih murah. Hal ini tecermin dari penjualan SKT milik GGRM yang meningkat 6,10% menjadi Rp9,3 triliun pada 2023, sedangan HMSP meraih Rp35,94 triliun dari penjualan SKT atau naik 32,14%. 

Peralihan konsumen ke produk hasil tembakau dengan banderol cukai yang lebih murah juga terlihat dari kinerja penjualan SPM milik HMSP. Pada 2023, penjualan SPM perseroan mencapai Rp8,06 triliun atau terkoreksi 13,08% secara tahunan. 

Rut Yesika Simak, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, mengatakan peralihan konsumen ke produk rokok dengan harga lebih murah akan berlanjut pada tahun ini. Hal ini merupakan efek per 1 Januari 2024 Kementerian Keuangan telah memperkenalkan harga eceran baru untuk rokok. 

Pada tahun ini, tarif cukai untuk SKM Golongan I menjadi Rp1.231 per batang, lalu SPM Golongan I bertarif Rp1.336 per batang, dan SKT sebesar Rp483 per batang. 

“Kenaikan cukai kemungkinan mempengaruhi perilaku konsumen terhadap pilihan yang lebih terjangkau, seperti SKT dan Golongan II SKM,” ujarnya dalam riset, dikutip Kamis (28/3/2024). 

Di lain sisi, Macro Strategist Mega Capital Sekuritas Lionel Priyadi mengatakan, efek kenaikan cukai rokok pada 2024 sudah diperkirakan oleh para pelaku pasar. Oleh karena itu, dia menilai hal tersebut tidak akan menimbulkan gejolak signifikan ke depan. 

“Untuk efek kenaikan cukai, market sudah price-in ke harga para emiten, jadi seharusnya tidak ada gejolak lagi di masa mendatang,” ujar Lionel kepada Bisnis.

----------------------------------

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper